MUI : Upaya Hapus Pasal Penista Agama Harus Diwaspadai!

[sc name="adsensepostbottom"]

Penghapusan pasal penistaan agama akan membuat Indonesia tidak stabil di kawasan Asia Tenggara.

Menyusul dipernjaranya penista agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan hukuman dua tahun penjara,  beberapa kelompok  meminta agar pasar penista agama dihapus dari KUHP.

Terkait permintaan penghapusan pasal penodaan agama, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah mengatakan, keinginan untuk menghapus pasar penodaan agama perlu diwaspadai karena ini dapat membuat negara Indonesia menjadi tidak stabil.

Menurutnya, permintaan sekelompok masyarakat yang dipelopori Non Government Organisation (NGO) dan juga badan international seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak  agar PNPS 1965 itu dihapus sangat berlebihan dan sama sekali mengingkari sejarah bangsa. “Upaya tersebut malah harus diwaspadai sebagai upaya untuk membuat Indonesia menjadi negara yang tidak stabil di kawasan Asia Tenggara. Ini akan terjadi destabilitas oleh berbagai konflik antar agama di Indonesia,” tegas Ikhsan saat dihubungi MySharing, Jumat (12/5).

Lebih detail, Ikhsan menjelaskan, UU Nomor 1/PNPS Nomor 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan, dan atau Penodaan Agama merupakan induk dari pasal 156a KUHP, yakni dimana beleid tersebut telah dilanggar Ahok sehingga yang bersangkutan terkena vonis hakim dua tahun penjara.

UU Nomor 1/PNPS Nomor 1965 ini ditetapkan pada masa kekuasaan Presiden RI Soekarno, dan telah dilakukan legislative review di DPR yang berarti sudah sah sebagai sebuah undang-undang yang mengikat semua warga negara.

Ikhsan menegaskan, apabila PNPS 1965 ini dihapus akan akan menjadi potensial problem bagi bangsa ini, karena negara dan aparaturnya pasti akan disibukkan untuk mengatasi kasus penodaan agama yang dilakukan oleh para pemeluk agama yang berbeda. “Ini cenderung mendorong para pemeluk agama menjadi radikal dan ekstrem,” tukas Ikhsan.

[bctt tweet=”Ini cenderung mendorong para pemeluk agama menjadi radikal dan ekstrem” username=”my_sharing”]

Sebagai informasi, tidak hanya NGO dan PBB, PDI Perjuangan juga bersikap demikian pasca Ahok mendekam dalam tahanan. Bahkan, Veronika Tan, istri Ahok dan tim pengacaranya meminta penangguhan penanahan Ahok kepada Pengadilan Tinggi Negeri DKI Jakarta. Djarot Syaiful Hidayat, sang wakil Gubernud DKI Jakarta yang baru saja ditunjuk jadi Plt Gubernur DKI Jakarta, bersedia menjadi jaminan surat permohonan penangguhan penanahan Ahok.