Lebih Tepat Mana, Berzakat Melalui Amil? Atau Langsung ke Mustahik?

[sc name="adsensepostbottom"]

Mungkin kita sering mendengar perdebatan rekan-rekan kita pada bulan suci Ramadhan ini, tentang lebih utama yang mana, antara berzakat langsung kepada penerima zakat (mustahik)? Atau berzakat melalui amil?

Memang sering kita alami atau rasakan sendiri, bahwa kalau kita berzakat langsung kepada mustahik, maka akan ada perasaan tenang dan juga senang di hati kita, karena kita bisa memastikan secara langsung bahwa zakat yang sudah kita lakukan sudah tepat sasaran, atau benar-benar diterima oleh kaum yang berhak.

Namun sudah tepat kah, cara kita menunaikan zakat dengan cara seperti itu?

Pakar ekonomi syariah – Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, yang juga seorang tokoh zakat nasional menyatakan, bahwa perlu kita sadari bersama, bahwa satu-satunya ibadah yang secara eksplisit, mantuq, dan tersurat diungkapkan ada petugasnya, adalah zakat.

Menurut Didin, hal tersebut adalah sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat dalam QS. At-Taubah ayat 60 dan 103. Karena itu, Rasulullah Saw. selalu mengutus para petugas zakat ke tiap-tiap daerah untuk memungut zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di daerah itu dan diserahkan pada orang-orang miskinnya. Misalnya, beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal untuk pergi ke Yaman.

”Dengan demikian, kalau ditanya manakah yang lebih utama? Maka jawabannya, bahwa zakat itu lebih utama jika diserahkan melalui para amil zakat yang amanah dan profesional,” tegas Didin.

Karena, lanjut Didin, pada dasarnya jika zakat itu diserahkan melalui amil (lembaga), maka paling tidak ada lima keunggulan. Pertama, lebih sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah. Kedua, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. Ketiga, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Keempat, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam pendayagunaan zakat, menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. Dan kelima, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dalam semangat  penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.

Karena itu, lanjut Didin, tugas kita sekarang adalah berupaya untuk membangun amil zakat yang kredibel, amanah, profesional, dan memiliki program-program yang tepat sasaran dan sesuai syari’ah. Jangan hanya karena dengan alasan tidak percaya terhadap amil zakat, kemudian kita menyerahkan zakat secara langsung kepada mustahiknya.

”Hal ini tentu kurang tepat dan jauh dari keunggulan-keunggulan yang sudah disampaikan di atas. Oleh karena itu, upaya-upaya perbaikan ke arah yang lebih sesuai dengan syariat Islam dan yang lebih tepat, mari kita lakukan secara bersama-sama. Kita bangun Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang kuat dan kredibel,” demikian ungkap Prof. Dr. Didin Hafidhuddin.