Ilustrasi

Inilah 10 Kriteria Kesesatan Aliran

[sc name="adsensepostbottom"]

Mengingkari otentisitas dan kebenaran Alquran, salah satu kriteria yang menjadi parameter kesesatan suatu aliran.

Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (PP MUI), Utang Ranuwijaya mengatakan, pihaknya memiliki tugas dan kewenangan menangani masalah-masalah aliran dan pemikiran keagamaan. Salah satu masalah yang krusial dan fundamental yang dihadapi umat adalah masalah penyimpangan terhadap aqidah dan syariah.

“Permasalahan penyimpangan aqidah dan syariah akan menjadi sumber keresahan dan konflik sosial,” kata Utang, pada Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Sinergitas Penanganan, Pengawasan dan Pembinaan Aliran Keagamaan di Indonesia, di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (26/10).

Dijelaskan lebih lanjut, dalam melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut Komisi PP bekerja berdasarkan standard operating procedure (SOP) baku yang sudah disepakati di MUI. Termasuk di dalamnya ada 10 kriteria yang menjadi parameter kesesatan suatu aliran atau pemikiran.

Kesepuluh kriteria tersebut di antaranya, pertama, mengingkari rukun iman dan rukun Islam. Kedua, meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar’i, yakni Alquran dan Sunnah. Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.

“Keempat, mengingkari otentisitas dan kebenaran Alquran. Kelima, menafsirkan Alquran yang tidak berdasar kaidah-kaidah tafsir,” kata Utang.

Adapun yang keenam, lanjut dia, adalah mengingkari kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam. Ketujuh, melecehkan atau mendustakan nabi dan Rasul. Kedelapan, mengingkari Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan Rasul terakhir. Kemudian, yang kesembilan, mengurangi atau menambahkan pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah. Kesepuluh, mengkafirkan sesama Muslim hanya karena bukan kelompoknya.

Dia menambahkan, Komisi PP juga mempunyai kewenangan untuk mengawasi aliran atau kelompok sesat. Mengawasi serta membina aliran atau kelompok yang sudah menyatakan ruju’ilal haqq, untuk memastikan mereka tidak kembali sesat.

Yakni, sebagaimana tertuang dalam buku pedoman penanganan, pengawasan dan pembinaan aliran sesat. Implementasi pedoman mengharuskan untuk bersinergi,baik dengan komisi-komisi yang ada di lingkungan MUI maupun dengan instansi dan lembaga di luar MUI.

“Melalui FGD ini, kami berharap dapat menyepakati dan merumuskan sinergitas antara berbagai pihak. Terkait penanganan, pengawasan dan pembinaan yang dimaksud,” pungkas Utang.