Hajar Aswad secara bahasa artinya ‘batu hitam’. Orang yang pertama meletakkannya pada tempat yang sekarang adalah Nabi Ibrahim AS, kurang lebih 2000 tahun sebelum Masehi ketika membangun Baitullah.
Di pojok selatan Ka’bah, pada ketinggian 1,10 meter terdapat Hajar Aswad. Yaitu sebongkah batu dengan panjang 25 cm dan lebar sekitar 17 cm. Berbeda-beda riwayat yang menuturkan tentang asal usul batu itu, namun yang jelas ia telah ada sejak masa Nabi Ibrahim AS, bahkan boleh jadi sebelum Beliau. Dahulu batu itu terletak begitu saja tanpa perekat.
Hajar Aswad secara bahasa artinya ‘batu hitam’. Batu itu diletakkan pada salah satu pojok Tenggara Ka’bah dan warnanya hitam. Orang yang pertama meletakkannya pada tempat yang sekarang adalah Nabi Ibrahim AS, kurang lebih 2000 tahun sebelum Masehi ketika membangun Baitullah. Pada waktu kaum Quraisy membangun Ka’bah sebelum kerasulan Muhammad SAW, Beliau meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya (seperti sekarang).
Berbagai peristiwa telah menimpa Hajar Aswad. Sebagian kaum mulhidin (atheis) pernah merusaknya. Hajar Aswad pernah juga diambil oleh sebagian orang yang keluar dari agama (murtad), yaitu kaum qaramithah (golongan syiah ekstrim) dan membawanya ke Ahsa (daerah di bagian Timur Arab Saudi) tahun 317 H dan mengembalikannya ke Mekah tahun 339 H.
Hajar Aswad pernah terjatuh sehingga terbagi menjadi delapan keping. Pecahan-pecahan Hajar Aswad yang jatuh itu dikumpulkan oleh penduduk Mekah dan dikembalikan ke tempatnya, lalu mereka membuat lingkaran yang berbentuk telur dari perak putih yang cukup untuk satu orang ketika menciumnya. Tinggi Hajar Aswad dari tanah kira-kira satu setengah meter.
Rasululah SAW pernah menciumnya ketika Beliau menunaikan haji Wada’, menaruh kepalanya pada batu tersebut dan membasahinya dengan air matanya. Kaum Muslimin, ketika mencium Hajar Aswad menempelkan bibirnya pada tempat di mana Rasululah SAW dan para Rasul sebelumnya seperti Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dan yang lainnya pernah menciumnya.
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA tentang Hajar Aswad menjelaskan sebagai berikut:
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: إِنَّ الحَجَرَ الأَسْوَدَ يَمِيْنُ اللهِ فِي الأَرْضِ يُصَافِحُ بِهَا خَلْقَهُ
Artinya:
“Ibnu Abbas menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Hajar Aswad ibarat tangan kanan Allah SWT di muka Bumi yang disalami oleh makhluk-makhluk Nya”
Mengusap atau mencium Hajar Aswad adalah sunnah. Batu itulah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk disalami dan dicium selama tidak mengganggu orang lain. Nabi SAW pun pernah berthawaf tanpa menciumnya. Beliau hanya menunjuk ke arah batu itu sambil bertakbir. Karena itu jika Anda tidak mampu menciumnya, atau mampu tetapi berpotensi akan mengganggu orang lain maka cukup memberi isyarat dengan tangan lalu mencium tangan sendiri.
Sejajar dengan Hajar Aswad ada garis berwarna hitam, menghubungkan Hajar Aswad dengan lampu hijau yang berada di dinding masjid. Pada garis itulah Anda memulai thawaf, dan pada garis itu pula Anda melambaikan tangan ke Hajar Aswad. Anda tidak perlu berhenti pada garis itu atau berdoa, lebih-lebih pada waktu padat. Yang demikian itu mengganggu orang lain, sehingga dikhawatirkan Anda tidak memperoleh pahala yang diharapkan, bahkan justru sebaliknya, dosa yang diperolehnya.
Satu hal yang menarik dicatat bahwa kendati masyarakat Jahiliyah tidak sedikit yang menyembah batu, namun tidak ditemukan riwayat yang menyatakan bahwa mereka menyembah Hajar Aswad atau batu Maqam Ibrahim. Ini merupakan ketentuan dan kuasa Allah SWT. Karena jika mereka menyembahnya, sedangkan Islam juga menghormatinya, mereka bisa jadi menduga bahwa Islam membenarkan penyembahan atau mengultuskan batu-batu tertentu. Dengan demikian, tidak ada alasan sejak dahulu hingga kini untuk mengultuskan batu, apalagi menyembahnya.


