Miris, Obat-obatan & Kosmetik yang Halal di Indonesia Belum Mencapai 1%

[sc name="adsensepostbottom"]

Sebagai negara berpenduduk muslim, sertifikasi halal pada produk yang di konsumsi khalayak banyak masyarakat merupakan sebuah kebutuhan untuk menjamin agar kita para muslim tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram.

Cakupan produk makanan/minuman yang memerlukan sertifikasi halal cukup luas, salah satunya adalah obat-obatan & kosmetik.Dalam hal ini, sebenarnya pemerintah telah mencanangkan sertifikasi halal sejak tahun 2014 yang lalu dengan merumuskan undang-undang jaminan produk halal (UU JPH).

Disamping itu, pemerintah juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah Jaminan Produk Halal (RPP JPH) dengan mengerahkan pihak dari MUI, kementrian agama, dan juga kementrian kesehatan.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut masih banyak kosmetik dan produk farmasi yang belum memiliki label halal. Hal ini disampaikan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim saat seminar nasional Mandatory Sertifikasi Halal di Hotel Green Alia, Jakarta, Senin, 16 April 2018.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai proses sertifikasi halal produk kosmetika dan obat-obatan di Indonesia masih lamban. Alhasil, banyak produk luar yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Menurut beliau, kecilnya jumlah produk obat-obatan dan kosmetik yang memiliki sertifikat halal ini disebabkan kebanyakan pengusaha atau produsen farmasi yang masih enggan mengurus sertifikasi halal.

Kendati kesadaran produsennya mengenai sertifikasi halal masih rendah, Lukmanul mengatakan, hingga saat ini sudah mulai sedikit bergeser. Kesadaran sertifikasi halal ini juga dibarengi dengan produk obat-obatan untuk mendapatkan label halal di kemasan.

“Kosmetik sekarang sudah mulai naik, ya, begitu juga dengan obat. Cuma, memang belum signifikan dan memang terlambat terlalu lama. Kemarin, teman-teman di farmasi itu berpolemik penting atau tidak pentingnya sertifikasi halal,” ujar Lukmanul.

Saat ini produk obat-obatan berstandar halal jumlahnya sangat kecil. Hal ini diakui oleh Direktur LPPOM Lukmanul Hakim, beliau mengatakan bahwa hingga kini sertifikat halal pada produk farmasi memang masih sulit ditemui. Meski jika dibandingkan dengan sebelumnya, sudah terdapat peningkatan.

“Secara umum sertifikasi produk obat-obatan dan kosmetika di Indonesia belum mencapai 1 persen. “Jumlah yang sudah disertifikasi, belum ada 1 persen karena baru ratusan produk sedangkan yang beredar sudah jutaan obat dan kosmetik,” Papar Lukman

“Sebagai produsen kan punya komitmen untuk pemenuhan kepuasan konsumen. Itu pasti harus bersertifikat halal,” ucapnya.

Kesadaran sertifikasi halal ini juga sangat terlambat dibanding negara-negara lain yang mulai mencantumkan label halal di produk mereka. Di Indonesia sendiri, persentase produk bersertifikasi halal tidak mencapai angka satu persen. Hal ini berbanding jauh dengan jumlah produk-produk yang beredar di pasaran.

“Pada akhirnya produk luar negeri masuk ke Indonesia barulah mereka menyadari. Jadi semua pihak harus sepakat halal ini sebagai keunggulan bersaing produk-produk Indonesia,” ungkapnya.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Produk Halal. Sebab, memasuki 4 tahun UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat.

UU ini juga belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dunia usaha dan percepatan industri halal di Tanah Air. Alhasil menjadikan tidak berfungsinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

“UU itu di Indonesia secara normatif harus ada PP nya menjalankannya , saat menjalankan PP namun ternyata kita juga terbentur dengan amanat UU yang harus dua tahun dan sekarang sudah lewat. Jangan sampai nanti dibelakang ada polemik lagi,” ucapnya.

Selanjutnya, Lukman menambahkan bahwa sertifikat halal juga belum dijadikan sebuah kewajiban oleh pemerintah sehingga mayoritas produsen masih mengesampingkan urusan sertifikasi halal produknya. Padahal menurut Lukman sertifikasi halal ini bisa dijadikan sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan konsumen.

Jika mengingat pasar produk farmasi di Indonesia yang sebagian besar muslim, maka hadirnya produk yang sudah mengantongi sertifikat halal tentu akan disambut dengan lebih baik.

“Mereka (produsen), banyak yang melihat bahwa obat ini sesuatu yang darurat jadi mengesampingkan status kehalalan tadi. Padahal, sudut pandang ini salah, karena tidak semua obat seperti itu (darurat),” terang Lukman lagi.

Cukup miris ya, semoga kedepannya semakin banyak produk Obat-obatan dan kosmetik yang memiliki sertifikat halal.