Dhompet Dhuafa : Berikut Solusi Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia

[sc name="adsensepostbottom"]

Menurut data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hak Asasi Manusia & Hukum, terdapat 14.364 pengungsi dan pencari suaka di 2017 di Indonesia.

Sebanyak 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi imigrasi, 2.062 di ruang tahanan Kantor lmirasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Hampir separuh masyarakat Indonesia sangat khawatir dengan adanya pengungsi. Hal ini disampaikan Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib dalam Seminar Penanggulangan Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia, di Cikini, Jakarta Pusat.

Habib, begitu dia biasa disapa, mengatakan ada beberapa isu yang menjadi dasar ketakutan masyarakat Indonesia atas pengungsi, salah satunya terorisme. Terlebih lagi, para pengungsi yang ada di Indonesia berasal dari negara-negara  konflik.

Sekitar 4.478 pengungsi tinggal di rumah komunitas dan 5.382 pengungsi hidup sebagai pengungsi independen. “Pengungsi terbanyak berada di Indonesia saat ini, berasal dari Suriah, Irak, Afghanistan, Somalia, Myanmar dan Sri Lanka,” Ucapnya.

Banyaknya pengungsi yang masuk bisa mengubah kebijakan publik di negara yang mereka singgahi atau mereka tuju.Indonesia sebenarnya hanya negara singgah, namun karena kebijakan beberapa negara tujuan terhadap pengungsi berubah, maka Indonesia terpaksa menampung para pengungsi tersebut. Hal ini menjadi dilema di tengah masyarakat.

Karenanya, kata Habib, Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan, baik lewat diplomasi, maupun kesiapan di domestik, untuk meminimalisir datangnya pengungsi ke Indonesia. Salah satu caranya berbicara dengan badan pengungsi internasional seperti Badan PBB urusan Pengungsi (UNHCR), Badan Pengungsi Interasional (IOM) dan lainnya.

Masalah pengungsi adalah hasil dari krisis kemanusaan di negara asal mereka. Misalnya. krisis kemanusiaan di Myanmar yang telah mempengamhi warga etnis Rohingya. sebuah etnis minoritas di Myanmar. Selain itu, dimungkinkan ada penindasan militer dan pemerintah terhadap etnis minoritas (muslim) dl Thailand Selatan dan Filipina Selatan.

Menurut data UNHCR per 31 Desember 2016. ada 7.154 pengungsi dari Afghanistan (493%), 1.446 pengungsi dari Somalia (10%), 954 pengungsi dari Myanmar (6.6%), 946 pengungsi dari Irak (6,5%), 725 pengungsi dari Nigeria (5%), 540 pengungsi dari SriIanka(3.7%) dan 2 640 pengungsi lainnya dari berbagai negara.

Sementara itu PAHAM lndonesia dan Dompet Dhuafa mendorong semua pemangku kepentingan untuk segera mungkin mengembangkan mekanisme dan SOP penanganan pengungsi dan pencari suaka dl bidang pendidikan serta kesehatan. Indonesia meski   meratifikasi konvensi PBB tahun 1951 terkait pengungsi dan pencari suaka terpadu didorong adanya upaya dan regulasi yang berkelanjutan, terencana, dan sistematis

“Dompet Dhuafa dalam rangka 25 tahun ini terus bekerjasama dan menjadi penggerak dalam kasus kemanusiaan di Dunia InternasIonal, bersinergi dan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga nasional maupun lnternasional adalah langkah kami untuk menuntaskan permasalahan bagi para pengungsi”. terang Sabeth Nahwa sebagai Direktur Program Dompet Dhuafa.

Dalam merespon isu pengungsi dan pencari suaka yang kondisinya cukup memprihatinkan tersebut, Dompet Dhuafa menggulirkan School For Refugees untuk memberikan aktifitas positif sebagai bentuk trauma healing sekaligus pembelajaran bahasa Indonesia bagi anak-anak pengungsi. Selain itu, Dompet Dhuafa bekerjasama dengan UNHCR memfasilitasi kesehatan dasar pengungsi, dengan tujuan mengurangi angka kematian lbu-bayi di masa persalinan

‘Diharapkan kerjasama antara PAHAM lndonesia dan Dompet Dhuafa untuk untuk mendukung upaya pengembangan dan penguatan mekanisme serta melibatkan Pemerintah lndonesia, lembaga zakat. lembaga kemanusiaan dan organisasi non pemerintah (LSM), ditambah lHRA (Initiative for Human Rights in Asia)” tutup Sabeth Abilawa.