Dilema demokrasi terjadi di negara kepulauan, ketika digabungkan dengan desentralisasi. Inilah tantangan pemerintahan mendatang. Forum Alumni AS siap membantu dengan membuat rekomendasi reformasi menuju transformasi.
Dari 520 wilayah tingkat II di Indonesia, sebanyak 309 Kepala Daerahnya sedang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para Kepala Daerah tersebut dipilih oleh rakyat, tetapi tidak ada satu pun yang merasa menjadi anak buahnya rakyat. Demikian salah satu pandangan Prof. Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto ketika menjadi pembicara kunci dalam Forum Alumni AS (Forumnas) Scholars Forum: From Reformation to Transformation di Pusat Kebudayaan Amerika, @america, Jakarta (20/5).
Dilema demokrasi terlihat ketika demokrasi di Indonesa masih dipahami sebagai prosedural saja. Yaitu, pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum, tetapi setelah itu, para pemimpin yang dipilih rakyat ini jalan sendiri-sendiri. “Rakyat dibutuhkan ketika pemilihan saja. Jadi tidak ada hierarki perwakilan yang semestinya dalam demokrasi kita”, kata Kepala Unit Kerja Kepresidenan ini.
Kuntoro yang juga pernah menjadi Kepala Badan Rehabilitasi Aceh-Nias pasca bencana Tsunami , 2011, mempertanyakan konsepsi pembangunan ekonomi dan politik kita saat ini. Menurutnya, penerapan sistem demokrasi plus desentralisasi di negara kepulauan adalah rumit. Belum ada acuan praktik terbaiknya di dunia ini. Yang umum, demokrasi dan desentralisasi banyak berhasil di negara kontinen, bukan kepulauan. Di Indonesia ini menjadi dilema demokrasi.
Alhasil, menurutnya, “Desentralisasi di negara demokrasi yang dtangani oleh orang yang kurang mumpuni”. Ia lantas menyontohkan, Wakil Walikota Bontang, sebelum menjabat adalah tukang ojek. “Tetapi inilah demokrasi, kita terima saja”, kata Kuntoro.
Ada beberapa tantangan kekinian yang harus dijawab dalam penerapan demokrasi plus desentralisasi di negara kepulauanan kita saat ini agar tidak menjadi dilema demokrasi. Yaitu: narkotika, korupsi, intoleransi, radikalisme, terorisme, dan konflik horisontal. “Mengatur negara seperti ini bukan pekerjaan mudah. Tolong pikirkan bagaiamana kita akan mengatur ini. Kalau Anda dapat membuat konsepsi dalam 3 minggu, Anda hebat. Anda bisa berikan ke presiden yang akan datang”, tantang Kuntoro kepada Forumnas.
Masih banyaknya persoalan di negara ini dipandang oleh Kuntoro sebagai tantangan bagi para alumni AS, orang-orang Indonesia yang mendapat kesempatan belajar hingga tingkat doktor di AS. Ia menyontohkan, angka kematian Ibu melahirkan yang tinggi di Indonesia. Menurutnya, data resmi memang belum dikeluarkan, namun ia membocorkan, ada 289 ibu meninggal saat melahirkan di Indonesia saat ini, naik dari 225 pada 2001. Permasalahan ini tidak dapat dilihat sektoral, namun mencakup jaminan kesehatan, akses kesehatan untuk orang miskin, penghidupan yang layak, dan sebagainya.
Masalah lainnya yang juga menjadi perhatian Kuntoro adalah, skor PISA Indonesia yang sangat rendah. Kemampuan matematika siswa-siswi Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara dalam survei Programme for International Study Assesment (PISA) yang dilakukan Organization Economic Cooperation and Development (OECD).
Perbaiki Tata Kelola Dulu
Juga masalah birokrasi, malah ini yang menurutnya menjadi sumber masalahnya. Banyak proyek tidak bisa berjalan karena kompleksnya birokrasi dan maraknya kepentingan golongan di birokrasi. Ia menyontohkan pemadaman listrik yang kian sering di Indonesia, contohnya di DKI Jakarta pada Mei ini adalah karena Pembangkit Litrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) Muara Kurang sudah defisit tak kurang dari 600 MegaWatt. Penambahan unit pembangkit listrik di PLTGU Muara Karang sudah menjadi program sejak lama, namun terbentur di masalah birokrasi. Salah satunya, AMDAL yang tak juga diterbitkan dari beberapa Kementerian terkait. Yang kurang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menyetujui AMDAL-nya, karena Pemprov memiliki rencana reklamasi sendiri untuk wilayah Muara Karang, Jakarta Utara.
Karena kementerian dan Pemprov tidak memiliki kata sepakat, akhirnya masalahnya dilempar ke pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden. “Masak Presiden disuruh mengurus beginian juga. Jadi lima tahun jabatan saya itu habis untuk membantu orang ini (merujuk kepada Presiden RI—Red) untuk mengurusi badut-badut ini (merujuk kementerian dan Pemprov)”, kata Kuntoro.
Kompleksitas birokrasi terjadi sejak di pemerintah pusat. Menteri koordinator ada tiga dan masing-masing berasal dari partai politik berbeda dengan kepentingan berbeda. Hal ini yang menurut Kuntoro kerap menyebabkan sulitnya koordinasi bahkan di antara para Menteri Koordinator itu. “Menko beda-beda dari partai yang beda-beda. Sering bertengar tidak akur, bagaimana mau bekerjasama?”, kata Kuntoro.
Gemuknya birokrasi dari tingkat pusat hingga ke daerah inilah yang juga menurutnya menyebabkan inefisiensi pengurusan perijinan. Tidak hanya di tingkat eksekutif, juga harus ke legislatif, baik DPR maupun DPRD. Dan, semua yang pernah berurusan dengan legislatif tahu, rumitnya berurusan dengan legislatif.
Nah, hal ini terjadi karena dilema demokrasi ini. Demokrasi kita telah ditambahi dengan desentralisasi. Hal yang juga menyebabkan kekuasaan presiden sebenarnya telah menciut menjadi hanya 30% karena harus dibagi dengan para menterinya, para kepala daerah, dan legislatif. Kekuasaan yang tersebar semakin tersebar di negara dengan 37 Provinsi dan 520 Kabupaten Walikota. Inilah dilema demokrasi plus desentralisasi di negara
kepulauan menurut Kuntoro.
Tantangannya, “How to bring the state and the people together”, kata Kuntoro. Pembangunan dan tata kelola menjadi sangat terkait, khususnya perbaikan di tata kelola.
Alumni AS turun Gunung
Menurut Dr. Wicaksono Sarosa, Koordinator Kelompok Kerja Politik Forumnas yang juga Direktur Eksekutif Kemitraan menambahkan, “Penguatan demokrasi akan dapat dilakukan jika tata kelola dijalankan dengan baik”. Dr. Jimmy Gani, inisiator dan koordinator Forumnas Scholars Forum menyatakan, untuk itulah forum ini diadakan. Sudah saatnya alumni AS, khususnya yang tingkat doktoral untuk bersatu untuk memikirkan negeri ini. Inilah saatnya, jelang pergantian rezim. Sebagai aksinya, Jimmy mengataan, forum ini akan membuat satu dokumen rekomendasi untuk pemerintahan mendatang.
Dr. Jimmy Gani, Forum Alumni AS
Diinspirasi dari materi yang diajarkan di Harvard Kennedy School (HKS), AS, reformasi menuju transformasi. Demokrasi adalah sebuah anugerah, namun harus dijalankan di jalan yang benar. Menurut Jimmy, “Forumnas sudah membentuk kelompok kerja-kelompok kerja sesuai topik, seperti ekonomi, politik, social wellbeing, dan lingkungan hidup”. Ia mengundang alumni AS lainnya untuk ikut menyumbang pemikiran dalam kelompok kerja-kelompok kerja ini.
Kuntoro mengingatkan, dokumen rekomendasi adalah hal biasa. Indonesia memiliki banyak ahli dan orang pintar, tidak hanya mereka yang lulusan AS. Oleh karenanya, yang dibutuhkan adala aksi nyata. Ia mengajak Forumnas untuk “get things done first. Lakukan saja, jika salah, perbaiki, salah lagi, perbaiki lagi. Jangan ada masalah, diseminarkan dulu, lakukan saja”, katanya. Agar, dilema demokrasi tidak kian menjadi-jadi.