DPS bank syariah
"Dalam praktiknya, DPS berfungsi untuk memberikan nasihat dan saran agar praktik perbankan senantiasa selalu sesuai dengan prinsip syariah serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan syariah", Dr. Cholil Nafis, DSN MUI. Foto: IAEI

Peran DPS Bank Syariah Belum Optimal

[sc name="adsensepostbottom"]

Dewan Pengawas Syariah (DPS) bank syariah dinilai belum optimal meningkatkan kepatuhan syariah bank syariah.

DPS bank syariah
“Dalam praktiknya, DPS berfungsi untuk memberikan nasihat dan saran agar praktik perbankan senantiasa selalu sesuai dengan prinsip syariah serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan syariah”, Dr. Cholil Nafis, DSN MUI. Foto: IAEI

Kepatuhan Syariah bank syariah belum optimal. Hasil penelitian Bank Indonesia bekerjasama dengan Ernst and Young (2008) menyimpulkan bahwa peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) belum optimal yang berdampak terhadap risk management. Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti risiko likuiditas dan risiko lainnya. “Langkah pengutan peran DPS dapat ditempuh melalui berbagai aspek di antaranya mempertegas kompetensi keilmuan DPS, mempertegas batasan maksimal jabatan DPS, dan evaluasi peran DPS pada Lembaga Keuangan Syariah oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia”, kata Dr. Nurul Huda, Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) dalam Seminar Nasional “Optimalisasi Syariah Compliance Pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah” di Universitas Islam ’45, Bekasi, Jawa Barat (21/5).

Dalam siaran pers yang diterima MySharing dari IAEI, isu kepatuhan syariah (sharia compliance) menjadi hal yang menarik untuk diangkat karena ukuran kesyariahan bank syariah terletak pada syariah compliance. Dr. Rizqullah, Bendahara Umum IAEI, dalam Keynote Speechnya mengatakan, “Kepatuhan aspek syariah bagi lembaga keuangan syariah merupakan salah satu dari 10 aspek yang harus dijaga dalam risiko perbankan syariah”. Sepuluh risiko tersebut adalah Risiko kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Reputasi, Risiko Stratejik, Resiko Kepatuhan, Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) dan Risiko Investasi (equity investment risk).

Pembicara lain, Prof. Dr. Ahmad Erani menjelaskan bahwa sorotan Syariah Compliance tidak hanya ketaatan terhadap kepatuhan syariah melainkan salah satunya perluasan bank syariah dalam pengelolaan dana untuk pergerakan sektor rill sehingga dapat mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat. Masalah yang dihadapai saat ini, orientasi perbankan yang belum optimal dan masih dalam keberpihakan terhadap profit membuat sektor rill belum banyak tersentuh oleh perbankan, padahal 99,99% dari total usaha di Indonesia dikuasi oleh UMKM.

Dari pihak DSN MUI, Dr. Cholil Nafis menambahkan dalam Pasal 26 ayat 2 dan 3 menyebutkan peran MUI dengan fatwanya yang berwenang untuk menetapkan fatwa kesesuaian syariah dan kemudian diserap kedalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) melalui proses Komite Perbankan Syariah (KPS). Penyusunan PBI dilakukan oleh KPS yang merupakan lembaga internal yang beranggotakan Bank Indonesia, Kementerian Agama dan unsur masyarakat dengan komposisi berimbang. Para anggota harus memiliki keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 orang.

Penetapan MUI menjadi satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan fatwa tentang fiqh muamalah, khususnya praktik perbankan syariah bukanlah sesuatu yang baru. Sebab sejak bank syariah beroperasi di Indonesia, fatwa MUI telah menjadi pedoman dalam kepatuhan syariah.

Peran MUI lainnya yang diformalkan oleh Undang-undang tentang Bank Syariah adalah keharusan Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dalam praktiknya, DPS berfungsi untuk memberikan nasihat dan saran agar praktik perbankan senantiasa selalu sesuai dengan prinsip syariah serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan syariah.

Ardiansyah Rakhmandi, Lc., MM, selaku Sharia Compliance Department Head Bank Muamalat, menerangkan bahwa dalam praktek syariah compliance di perbankan syariah, terdapat 3 penerbitan peringatan apabila ada suatu transaksi atau pengajuan pembiayaan melanggar syariah, diantaranya (1) Reminder, tahap tembusan kepada Compliance Division; (2) Alert, tahap tembusan kepada Compliance and Risk Management Directorate; (3) Veto, tahap tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK RI).

Lembaga keuangan Syariah, baik bank ataupun non-bank harus mengikuti standar syariah yang tertuang dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. Fatwa-fatwa tersebut diserap menjadi Peraturan Bank Indonesia yang saat ini regulasinya ditangani oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK RI).