Oleh : Agustianto (Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI)
Leverage model merupakan penyaluran pembiayaan syariah melalui kantor cabang induk perusahaan. Artinya bank umum syariah (BUS) akan menggunakan cabang milik bank umum konvensional dalam menawarkan produk-produk syariah. Sistem ini sebenarnya mirip dengan office channeling yang sudah berjalan, cuma office channeling hanya terbatas pada penghimpunan dana (funding). Dengan leverage model, bank konvensional dapat menyalurkan pembiayaan syariah dengan menggunakan akad-akad syariah dan ketentuan syariah.
Cara ini memiliki banyak manfaat, pertama, mendorong peningkatan pertumbuhan dan market share perbankan syariah. Sebagaimana dimaklumi, market share perbankan syariah syariah saat ini, baru di kisaran 4 persen. Dengan system leverage model diharapkan ekspansi pembiayaan perbankan syariah makin besar. Kebijakan ini sangat strategis dalam mendongkrak pertumbuhan aset perbankan syariah, namun bank syariah harus lebih agresif dalam menghimpun dana masyarakat (DPK), karena selama ini bank syariah juga kekurangan likuiditas, hal itu terlihat dari FDR bank syariah yang berada di atas 100 persen. Untuk itu dana haji wajib ditempatkan di bank-bank syariah agar likuiditas bank syariah cukup dan memadai.

Empat Hal yang Perlu Diperhatikan
Untuk penerapan leverage model setidaknya setidaknya empat hal yang harus diperhatikan, pertama sistem teknologi informasi. Sistem IT antara bank konvensional dan bank syariah harus terkoneksi. Jika IT terintegrasi, traksaksi yang terjadi bisa langsung tercatat di bank syariah. Masyarakat tidak perlu ragu terjadinya percampuran bank syariah dan bank konvensional, karena sistem IT memisahkan pencatatannya. Di sini berlaku kaedah fiqh “tafriqul halal ‘anil haram” (memisahkan asset yang halal dari yang haram).
Kedua, selain pilar teknologi, hal lainnya yang perlu dipersiapkan adalah SDMnya. SDM di kantor cabang bank konvensional yang mengelola pembiayaan syariah harus dibekali ilmu syariah, agar tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Jadi, penerapan leverage model tidak perlu dikhawatirkan akan mempengaruhi kredibilitas perbankan syariah dengan pelanggaran prinsip syariah, karena sumber daya Insaninya terlebih dahulu diberi pembekalan (pelatihan) dan tampaknya saat ini belum diperlukan sertifikasi syariah, karena kalau menunggu sertifikasi dulu maka proses penerapannya akan memakan waktu lama, jadi cukup pembekalan saja, dan diharapkan pihak internal atau DPS sesekali perlu melakukan pengawasan (peninjauan) ke kantor cabang bank konvensional tersebut. Tegasnya, leverage model tak perlu dikhawatirkan karena product features, SOP dan pengawasan berjalan dengan baik.
Ketiga, akad-akad syariah yang digunakan. Akad-akad yang bisa digunakan antara bank syariah dengan bank konvensional, yaitu wakalah bil ujrah atau mudharabah. Jika akad wakalah bil ujrah, maka bank konvensional akan mendapatkan fee, sedangkan pada akad mudharabah, maka bank konvensional mendapatkan bagi hasil. Namun di masa depan, bisa dimungkinkan penerapan akad musyarakah, karena akad pembiayaannya kepada nasabah secara syariah. Dengan cara ini, dana bank konvensional menggunakan prinsip syariah. Namun dalam hal ini perlu kajian lagi, karena bank konvensinal akan memberikan dana bagi hasil itu kepada nasabahnya secara bunga.
Keempat, satu hal lagi yang harus diperhatikan adalah soal target. Untuk memberhasilkan sistem leverage model ini, bank konvensional harus memasang target pembiayaan syariah kepada setiap cabangnya. Keberhasilan office channeling, sehingga bisa melampaui target, disebabkan karena bank induknya memasang target kepada setiap cabangnya. Berdasarkan hasil penelitian thesis (2011) di PSTTI UI, Bank Permata Syariah sukses menerapkan office channeling, karena bank induknya memasang target funding kepada setiap cabangnya. Sedangkan bank lain yang tidak memasang target, perolehan dana pihak ketiga jauh lebih rendah dibanding permata. Perolehan Bank Permata Syariah 5 kali lipat lebih besar dari perolehan bank syariah yang tidak memasang target.
Kesuksesan model bisnis ini sangat bergantung kepada komitmen bank induk untuk mengembangkan bisnis syariahnya. Salah satunya dengan memasukkan key performance indikator bisnis syariah ke dalam parameter bisnis di seluruh cabang konvensionalnya.
Kalau diperlukan nantinya, dalam rangka pengawalan ‘leverage model‘ perlu ada sistem pemberian award penghargaan dan punishment, supaya nanti bila ada penyimpangan bisa segera diluruskan. Untuk tahap awal bisa dibuat dulu pilot project atau percontohan pada bank-bank tertentu dan di kota-kota tertentu, misalnya di Jakarta dan Surabaya, agar lebih mudah memantaunya. Tahun berikutnya baru diberlakukan di daerah-daerah lain.
Pembiayaan syariah yang akan dilakukan kantor cabang konvensional, utamanya untuk usaha sektor riil usaha kecil, menengah dan besar (corporate), termasuk gadai emas dan pembiayaan pembelian emas (murabahah emas) agar masyarakat memiliki simpanan emas yang berdaya tahan inflasi.
