Kroncong adalah salah satu musik populer tertua yang berkembang di nusantara. Untuk itu Ubiet & Kroncong Tenggara didukung Galeri Indonesia Kaya menampilkan pertunjukan Kroncong Baru: Nyanyian Nusantara Dunia, sebuah budaya dan gaya hidup yang menampilkan musik dengan citarasa dan aspirasi baru dengan kroncong sebagai titik utama, hari ini di Auditorium Galeri Indonesia Kaya di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat.

Nama Kroncong Tenggara diluncurkan tahun 2007 bersamaan dengan nama album pertama. Nama ini diharapkan mencerminkan keterbukaan wilayah ‘tenggara’, yaitu posisi nusantara dalam peta dunia, dalam menerima dan mengolah pengaruh dari berbagai ragam musik dunia.
Ubiet & Kroncong Tenggara mengadopsi berbagai ragam musik untuk memperkuat jiwa kroncong, seperti tango, jazz, melayu, pop, dan klasik. Mereka tetap mempertahankan beberapa elemen kroncong seperti ritme cak-cuk yang dimainkan pada ukulele dan mengeksplorasi berbagai unsure musikal, seperti instrumentasi yang menggunakan alat musik akordeon (alat musik Eropa, yang sudah menjadi bagian dari khazanah musik Nusantara), kendang, cello, flute, saxophone, dan bas elektrik.
Tak ketinggalan vokal yang mengolah gaya bernyanyi kroncong, dipadukan dengan berbagai gaya bernyanyi, yang diinspirasi dari berbagai gaya nyanyian nusantara dan mancanegara dan karakteristik gaya bernyanyi Ubiet.
Pada kesempatan ini mereka melantunkan musik-musik indah dalam nada kroncong dalam acara Kroncong Baru: Nyanyian Nusantara Dunia, diantaranya Kroncong Kemayoran, Stambul Jauh di Mata, Kroncong Sapulidi, Kroncong Tenggara, Kroncong Pasar Gambir, Di Bawah Sinar Bulan Purnama, Penghujung Musim Penghujan, Senja di Pelabuhan Kecil, Pepaya Mangga Pisang Jambu, medley Jembatan Merah/Bengawan Solo/Caping Gunung, Gambang Semarang, Langgam Merah Biru, Aksi Kucing.
“Kroncong telah dikenal sejak abad ke-16, terutama di kalangan keturunan Portugis, namun baru populer dengan adanya radio dan teknologi rekaman. Kroncong juga salah satu jenis music pertama yang beredar dalam bentuk piringan hitam. Ketika menyebar itulah kroncong pun terpengaruh oleh berbagai musik lokal. Karena itu, ia bisa dikatakan sebagai musik populer hibrid, yakni perpaduan antara musik Eropa dan musik nusantara, yang pertama. Saya percaya bahwa kroncong menyimpan kekayaan yang terus bisa digali dan diperbaharui. Dengan memadukannya dengan berbagai unsur alat musik dan gaya vokal mampu mengembalikan pesona kroncong namun juga menjadi sebuah musik baru dengan karakter musik dunia masakini,” begitu komentar Ubiet tentang keroncong.
“Ubiet merupakan sosok seniman yang antusias belajar seni vokal tradisional Indonesia dan aktif menjelajah berbagai jenis genre musik, mulai dari musik tradisi nusantara, populer, sampai music kontemporer. Dari beragam pengalamannya, ia menemukan banyak hal unik dari musik nusantara mengemasnya menjadi musik baru yang tetap bertolak dari aneka khazanah tradisi nusantara,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation. *

