yield sukuk

Obligasi Konversi Bersyarat Dalam Bentuk Sukuk, Bisakah?

[sc name="adsensepostbottom"]

Industri perbankan telah diwajibkan mengikuti ketentuan Basel III, dimana yang menjadi fokus perhatiannya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank agar dapat menyerap risiko akibat krisis dan pertumbuhan kredit yang berlebihan. Mau tak mau bank pun diharuskan membenahi sisi permodalannya. Ada beberapa pilihan untuk menambah modal, mulai dari listing di bursa hingga menerbitkan sukuk.

yield sukukStructurer Produk Keuangan Syariah Supranational Banking Institution, Mohammed Khnifer, pun mengusulkan alternatif penerbitan sukuk konversi bersyarat sebagai instrumen penambahan modal bank syariah. Acapkali bank memperoleh suntikan modal dari investor luar yang membawa suatu persyaratan yang kurang mendukung bagi pemegang saham utama. Untuk menghindari skenario tersebut, bank pun mempertimbangkan instrumen penerbitan obligasi konversi bersyarat yang didesain untuk membantu bank memenuhi syarat kecukupan modal dan pendanaan, serta di waktu yang sama memperoleh pengurangan pajak.

Obligasi ini memuat pernyataan tertulis mengenai jumlah pokok obligasi pada masa terjadinya suatu peristiwa tertentu (trigger event). Mengutip dari penjelasan firma hukum Latham & Watkins, Khnifer menjelaskan bahwa di beberapa kasus, pokok obligasi dapat ditulis nol dan obligasi akan dibatalkan. Sedangkan pada kasus lainnya, laporan tertulis mengenai pokok obligasi bisa bersifat sementara dan ditulis ulang ketika kondisi keuangan bank membaik.

Khnifer menuturkan industri keuangan syariah saat ini nyaris mengesampingkan pengembangan surat berharga hybrid dan lebih memilih instrumen biasa. Padahal, dengan implementasi Basel III bank syariah akan berada di posisi kurang menguntungkan dibanding bank konvensional. “Ketika saya mencoba mengembangkan konsep sukuk konversi bersyarat, saya menemukan tiga struktur dengan akad syariah yang berbeda,” katanya dikutip dari zawya, Senin (15/12).

Salah satu isu yang perlu diperhatikan adalah eksposur risiko yang dihadapi pemegang sukuk. Saat ini masih ada debat mengenai dilusi nilai saham pemegang saham eksisting atas konversi yang terjadi, karena pemegang sukuk konversi bersyarat akan memperoleh bagian besar dari total outstanding saham. Baca Juga: Strategi Permodalan Bank Umum Syariah

Tantangan lainnya adalah jumlah ketidakpastian (gharar) yang bisa diterima. Jumlah gharar yang mempengaruhi validitas kontrak tidak terlalu besar jika trigger event telah disebutkan dalam struktur sukuk konversi bersyarat. Hal ini juga dapat ditentukan oleh para ulama apakah harus pula menyebutkan call option (hak membeli sebuah aset pada harga dan jangka waktu tertentu) oleh bank yang dikaitkan dengan trigger event. Pada obligasi konversi bersyarat gharar terjadi ketika harga pasar untuk saham hanya akan diketahui saat jatuh tempo, namun tidak menjadi gharar jika sebelum jatuh tempo.

“Jadi tantangan dalam membuat struktur sukuk konversi bersyarat adalah bagaimana menghindari gharar dan memberikan perlakuan sama bagi pemegang saham eksisting, mengidentifikasi kontrak sukuk dan underlying aset, dan darimana arus kas akan masuk,” papar Khnifer. Baca: Anjloknya Harga Minyak Dunia Pengaruhi Pasar Sukuk

Saat ini regulasi obligasi konversi bersyarat belum diperkenalkan di bawah Basel III karena masih membutuhkan kajian. Namun, hal ini tidak menghentikan bank untuk menerbitkan instrumen tersebut karena mereka telah punya parameter indikatif untuk memasukkannya di antara struktur modal Tier 1 atau Tier 2.

“Ke depannya jika sukuk konversi bersyarat telah benar-benar dipraktekkan, Islamic Financial Services Board (IFSB) mungkin akan mempertimbangkan mengeluarkan panduan mengklasifikasikan sukuk konversi bersyarat sebagai bagian dari modal bank,” ujar Khnifer. Saat ini obligasi konversi bersyarat telah mendapat dukungan resmi dari bank sentral dan regulator di Amerika Utara dan Eropa, terutama di Kanada, Swiss dan Inggris.