Polwan memakai atribut Natal
Polwan memakai atribut Natal, 2012. Foto: Metro.co.uk

MUI: Muslim Dilarang Pakai Atribut Natal

[sc name="adsensepostbottom"]

Jelang Natal, MUI menghimbau agar umat Islam menghindari pemakaian atribut Natal. Pun dengan mengucapkan “Selamat Natal”.

Polwan memakai atribut Natal
Polwan memakai atribut Natal, 2012. Foto: Metro.co.uk

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengimbau agar umat Islam tidak menghindari seremonial umat Kristiani dalam perayaan natal. “Sebaiknya kita menghormati umat Kristiani, tapi tak perlu mengucapkan selamat Natal. Umat Islam harus bisa membedakan antara ritual dan seremonial,” kata Amidhan kepada MySharing, saat ditemui di kantor MUI Pusat Jakarta, belum lama ini.

Menurutnya, sikap MUI ini bukan bermaksud tidak menghormati umat Kristiani, melainkan ini adalah tugas ulama memberikan pemahaman kepada umat Islam. “Kita harus pahami bahwa perayaan natal adalah milik umat Kristiani. Ini beda dengan Tahun Baru yang mengglobal semua umat merayakannya,” ujarnya.

Amidhan mengakui, ada kesalahpahaman orang dalam memandang hari raya agama saat ini. Di mana umat agama lain tidak merayakan, namun ikut meramaikan dengan berbagai acara. Ini menurutnya, bukan hanya terjadi pada perayaan agama lain. Di Islam juga seperti itu. Oleh karena itu, ia meminta setiap umat beragama dapat memahami hal ini.

Sementara Ketua Bidang Kebudayaan MUI Cholil Ridwan mengatakan, pada era kepemimpinan Buya Hamka memimpin MUI tahun 1981, ulama kharismatik itu telah mengeluarkan fatwa MUI yang melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat Natal, apalagi mengikuti perayaan Natal.”Mana ada doa bisa dipisahkan dengan serimonial pada perayaan natal. Karena itu, hal yang diharamkan dalam Islam dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Cholil kepada MySharing.

Ia menuturkan, fatwa MUI tentang natal ini tetap berlaku hingga sekarang. Dan kalau pada akhirnya sebagian ulama MUI ada yang bersikap moderat bertoleransi menjaga kerukunan umat beragama. Menurutnya, toleransi itu bisa dengan cara lain bukan mengucapkan selamat natal apalagi memakai artibutnya.[su_pullquote align=”right”]”Pegawai Muslim dipaksa mengenakan atribut Natal oleh perusahaannya adalah intoleransi, karena Muslim dilarang menyerupai agama lain”[/su_pullquote]

MUI telah mengeluarkan himbauan sejak tahun 2012 mengenai larangan karyawan dan karyawati Muslim di mal ataupun plaza untuk mengenakan seragam natal dan atribut sinterklas. Namun, dalam aplikasinya masih banyak pihak manajemen mall atau plaza yang tidak mengindahkannya dan tetap mewajibkan semua pegawainya memakai atribut natal.

Cholil menegaskan, makna toleransi itu saling menghormati dan bekerjasama walau kita berbeda secara keyakinan. Karena pemaksaan terhadap pegawai Muslim oleh perusahaan agar mengenakan atribut Natal merupakan intoleran, karena Muslim dilarang menyerupai agama lain.”Jadi bukan memaksakan atribut atau ritual sebuah agama. Karena siapa yang menyerupai, maka dia bagian dari kaum itu dan pemaksaan ini tindakan kristenisasi,” tegasnya. Lucunya lagi, terkesan Pemerintahan Jokowi-JK saat ini adem ayem saja dengan polemik yang berkembang soal atribut natal dan kristenisasi ini. Baca juga: MUI: Pemerintah Harus Usut Tuntas Kristenisasi

Cholil juga menghimbau agar umat Islam untuk tetap berpegang teguh kepada agama mereka dan jangan gara-gara ekonomi akidah jadi terabaikan. Baca juga: Mumpung Miskin, Muslim Dijebak Pindah Agama. “Prinsipnya bagimu agamamu, bagiku agamaku,” Imbuhnya. Ia pun mengungkapkan, Nabi Muhammad Saw tidak pernah menggunakan terompet karena itu atribut Yahudi. Tidak pernah menggunakan bel di masjid, karena bel itu adanya di Gereja. Nabi Muhammad Saw  juga tidak pernah menggunakan api unggun, karena itu atribut orang Majusi. “Maka tidak boleh Masjid menggunakan terompet, bel dan api unggun,” paparnya.

Lalu ada pendapat, apakah boleh tidak masjid memakai bedug? “Bedug itu atribut Budha,” kata Cholil. Maka pakai syariat adat yang syar’i, ada tanda untuk memberikan petunjuk umat Islam masuknya waktu shalat, yaitu bisa dengan melihat jam.