Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obat dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menghimbau umat Muslim agar waspada dengan istilah-istilah yang merujuk pada babi.

Wakil Direktur Bidang Auditing dan Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, Muti Arintawati, mengatakan, besar kemungkinan si pembeli tersebut teledor dan tidak menanyakan terlebih dahulu kepada penjualnya. Di sisi lain, produsen juga tidak berlaku jujur karena tidak memberikan informasi tentang makanan yang mereka jajakan.
Muti menegaskan, di tengah ramainya barang-barang impor, seiring dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), konsumen di Indonesia harus lebih kritis terhadap produk yang hendak dikonsumsinya. Banyak istilah yang belum mereka pahami, sehingga sangat disarankan agar konsumen bertanya terlebih dahulu sebelum membeli sesuatu yang kandungan bahannya belum ketahui.”Ini untuk menghindari kejadian seperti ibu yang membeli siomay cu nyuk, beberapa waktu lalu,” kata Muti, dalam rilisnya yang diterima MySharing, dalam rilisnya yang diterima MySharing, Jumat (23/1).
Menurutnya, banyak yang belum memahami bahwa label tertulis “This Product Contain Substance from Porcine”, artinya produk tersebut mengandung bahan dari babi. Begitu juga dengan istilah “The Source of Gelatin Capsule is Porcine”, yang artinya kapsul tersebut terbuat dari gelatin babi.
Muti menghimbau umat Muslim agar waspada dengan istilah-istilah yang merujuk pada babi, misalnya :cu nyuk, dalam bahasa Khek/Hakka. Cu artinya babi dan nyuk adalah daging. Jadi jika digabungkan cu nyuk memiliki arti daging babi, sedangkan dalam bahasa mandarin daging babi disebut cu rou. Sama halnya dengan istilah ham di Eropa. Untuk masyarakat Eropa, ham adalah istilah umum untuk daging babi.
Sedangkan di Jepang, chachu atau yakibuta adalah istilah makanan yang merujuk pada nama makanan olahan babi bagian perut. Chasheeu juga memiliki istilah lain yang disebut nibuta, arti harfiahnya adalah babi masak.
Tak jauh berbeda dengan makanan Jepang. Makanan Korea yang kini sedang booming di kalangan masyarakat Indonesia juga terdapat istilah-istilah makanan yang memiliki arti khusus sebagai produk makanan olahan babi. Seperti dwaeji bulgogi artinya babi panggang bumbu, Samgyeopsal adalah daging perut babi yang dipanggang dengan bumbu dan Makchang gui yaitu jeroan babi panggang.
Muti menegaskan, tidak hanya pada makanan international, pada makanan lokal pun terdapat istilah-istilah khusus untuk pangan olahan babi. Misalnya saksang yakni olahan daging babi khas daerah Tapanuli, Bak Kut Teh adalah makanan Tionghoa paduan dari sayur asin dengan kaldu iga babi khas Kepulauan Riau, dan Tinorangsak yaitu gulai babi khas Manado.
“Jika menemukan istilah-istilah tersebut di atas, konsumen tak perlu ragu untuk meninggalkan masakan tersebut dan menggantinya dengan produk yang telah bersertifikasi halal,” kata Muti.
Berikut ini istilah yang digunakan dalam produk yang mengandung atau menggunakan unsur babi :
1. PIG: Istilah umum untuk seekor babi atau sebenarnya babi muda.
2. PORK: Istilah yang digunakan untuk daging babi di dalam masakan.
3. SWINE: Istilah yang digunakan untuk keseluruhan kumpulan spesies babi.
4. HOG: Istilah untuk babi dewasa, berat melebihi 50 kg.
5. BOAR: Babi liar / celeng / babi hutan.
6. LARD: Lemak babi untuk membuat minyak masak dan sabun.
7. BACON: Daging babi yang disalai
8. HAM: Daging pada bagian paha babi.
9. SOW: Istilah untuk babi betina dewasa (jarang digunakan)
10. SOW MILK :Susu babi
11. PORCINE: Istilah yang digunakan untuk sesuatu yang berkaitan atau berasal dari babi. Porcine sering digunakan dalam bidang pengobatan atau medis untuk menyatakan sumber yang berasal dari babi.

