Aisyiyah, Perempuan yang Patut Dibanggakan

[sc name="adsensepostbottom"]

Organisasi perempuan tertua di Indonesia ini berbasis Islam, Aisyiyah namanya. Setua Muhammadyah, segudang peran pemberdayaannya.

aisyiyah
Nyai Hajjah Walidah Ahmad Dahlan (Pendiri Aisyiyah). Foto: Wikipedia

Perempuan modern dapat belajar dari organisasi ini. Tumbuh dari rahim Bumi Pertiwi, dibesarkan dalam prinsip universalitas Islam. Tak lama setelah mendirikan Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan (KHA Dahlan) tak mengabaikan peran perempuan untuk mendukung gerakannya. Pembinaan kaum perempuan pun masuk dalam agendanya. Bukan tanpa alasan, kaum perempuan di mata KHA berpotensi untuk berorganisasi dan memperjuangkan kemaslahatan bersama Muhammadyah.

Tak jauh-jauh, KHA Dahlan memulainya dari pendidkan terhadap anak-anaknya sendiri, mereka adalah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busyro (putri beliau sendiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber. Tidak rumit pula, KHA Dahlan membentuk kelompok pengajian untuk mereka di bawah bimbingan Beliau sendiri dan istrinya Nyai Walidah. Kelompok pengajian itu diberi nama Jawa, “Sopo Tresno”.

Hari berganti, beberapa tokoh Muhamadyah memiliki ide untuk mengubah pengajian Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi modern layaknya Muhamdyah. Para tokoh itu adalah KHA Dahlan sendiri, KH. Mokhtar, KH. Fachruddin, dan Ki Bagus Hadi Kusuma. Diskusi punya diskusi, nama dan konsep organisasi pun dibuat, Aisyiyah.

Pemilihan nama ini dipandang tepat, karena Aisyiyah adalah nama salah satu isteri Nabi Muhammad Saw yang paling cerdas, berani, dan aktif di wilayah publik. Ibaratnya, nama Aisyiyah diharapkan dapat membawa semangat Aisyah RA yang mendampingi Nabi berdakwah, khususnya di masa akhir hidup Nabi.

Sebagai saah satu sayap Muhamadyah, organisasi Aisyiyah diresmikan berbarengan dengan peringatan Isra’ Mi’raj  Nabi Muhammad Saw, 27 rajab 1335 H atau 19 Mei 1917 M. Diketuai Siti Bariyah, organisasi Aisyiyah dibimbing secara administratif oleh KH. Mukhtar dan pembinaan kejiwaan oleh KHA Dahlan sendiri.

Memang organisasi ini bukan organisasi perempuan pertama di Indonesia, sebelumnya ada Putri Mardika (1912), sayap dari Budi Utomo. Namun, Aisyiyah menjadi organisasi perempuan tertua di Indonesia yang masih bertahan hingga kini.  Aisyiyah juga menjadi organisasi perempuan Nusantara dengan pengalaman panjang dalam memajukan perempuan Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraaan sosial, penyadaran hukum, pendidikan politik, maupun pemberdayaan perempuan. Salah satu yang monumental adalah pendirian taman kanak—kanak (TK) pribumi pertama di Nusantara dalam rangka merintis pendidikan anak-anak Nusantara. TK tersebut disebut Frobel School, saat ini bernama TK Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA).

Dalam perjalanannya, Aisyiyah juga mencanangkan pemberantasan huta huruf baik buta huruf Latin maupun buta huruf Arab, memberikan pendidikan keagamaan bagi para buruh batik , mendirikan mushola perempuan pertama di 1922.

Dalam buku The State of Modern Indonesia (2005) karya Susan Blackburn, disebutkan peran Aisyiyah dalam gerakan kebangsaan kaum perempuan Indonesia. Sekitar 600 peserta dari 1000 peserta Kongres Perempuan Indonesia I (22-25 Desember 1928) adalah anggota Aisyiyah. Tokoh-tokoh Aisyiyah juga menjadi perempuan-perempuan penggagas Kongres Perempuan Indonesia I ini. Baca juga: Mengapa 22 Desember Dijadikan Hari Ibu?

Belakangan, melalui Dekrit Presiden Soekarno No. 316 tahun 1959, tanggal pelaksanaan Kongres ini dijadikan hari Ibu yang kita peringati hingga sekarang.

Dari laman resminya, kini Aisyiyah memiliki segudang kegiatan untuk memajukan derajat perempuan dan mendorong partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi, Sebanyak 568 koperasi untuk perempuan telah didirikan di seluruh Nusantara. Pun dengan 029 Bina Usaha Ekonomi Keluarga (BUEKA), mendirikan Baitul Maal wa Tamwil, dan pembinaan home industry.

Di bidang pendidikan, Aisyiyah memiliki beragam amal usaha pendidikan mulai dari tingkat PAUD/TK sampai dengan Perguruan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia termasuk Pendidikan Luar Sekolah dan Keaksaraan Fungsional.

Dalam bidang kesehatan, Aisyiyah mendirikan Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Bersalin, Pusat Kesehatan, Pusat Kesehatan Komunitas, Pusat Kesehatan Ibu dan Anak, serta Poliklinik. Secara keseluruhan amal usaha di bidang kesehatan yang dikelola Muhammadiyah–‘Aisyiyah sejumlah: 87 Rumah Sakit Umum, 16 RS Ibu dan Anak, 70 RS Bersalin, 106 Balai Pengobatan (BP), 20 Balkesmas, 76 BKIA, 105 Rumah Bersalin, serta posyandu yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam bidang kesejahteraan sosial diwujudkan dengan mendirikan Panti Asuhan, Panti Lansia, Balai Latihan Kerja, dan bantuan untuk anak miskin dan lansia di komunitas. Pun dengan advokasi untuk kepentingan perempuan dan anak-anak.