Persoalan pengelolaan wakaf di Indonesia masih banyak mengalami kendala yang harus segera ditangani agar potensi dana wakaf di Indonesia yang sangat besar bisa direalisasikan secara nyata.
Demikian hal tersebut diungkapkan Anggota Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) – Pungky Sumadi saat mengungkapkan paparannya dalam Seminar “Melirik Wakaf sebagai Instrumen Potensial Ekonomi Syariah” di Jakarta, kemarin (20/2/2017).
Menurut Pungky, salah satu persoalan utama pengelolaan wakaf di tanah air adalah sosialisasi yang masih rendah. Sehingga tak mengherankan, dalam satu kesempatan belum lama ini Badan Wakaf Indonesia mengungkapkan, pengumpulan dana wakaf di Indonesia baru terealisasi sekitar Rp 13 milyar. Padahal dari hasil studi BI potensi tanah wakaf di Indonesia mempunyai nilai produktif sebesar Rp 377 triliun.
“Terbayang kan, bagaimana baru Rp 13 miliar saja dari Rp 377 Triliun? Artinya 1% pun belum sampai,” ungkap Pungky.
Menurut Pungky, yang terjadi selama ini memang banyak tanah-tanah wakaf masih dominan hanya menjadi tanah mesjid, kuburan, atau untuk sekolah.
Hal tersebut terjadi karena salah satu diantaranya Badan Wakaf Indonesia yang diamanatkan dalam UU Wakaf, selama ini masih belum berfungsi dengan optimal. Personil yang tergabung didalam badan ini, masih belum semuanya mempunyai kemampuan yang memadai untuk pengelolaan manajemen harta.
“Pengelola badan wakaf seharusnya bisa lebih baik. Kemampuan asset management harus ada, sehingga lebih bagus dalam pengambilan keputusan dan bagaimana me-manaje bisnis proses dalam pengelolaan wakaf untuk berjalan dengan optimal,” ujar Pungky.
Pungky lalu mencontohkan, sebenarnya saat ini sudah mulai berkembang program-program wakaf produktif yang bisa menjadi benchmark dalam pengelolaan dana wakaf di seluruh tanah air. Menurut Pungky, di daerah Tanah Abang dan Gatot Subroto, Jakarta, perusahaan bekerjasama dengan pengelola tanah wakaf dengan sangat kreatif membuat tanah wakaf yang selama ini adalah bangunan mesjid 1 lantai, kemudian dikelola menjadi mesjid yang dilengkapi dengan bangunan komersil multi fungsi, sehingga mampu menghasilkan dana yang berlipat-lipat.
“Lalu kenapa contoh wakaf produktif ini tidak langsung di duplikasi di tempat lain di tanah air sehingga dana wakaf bisa berlipat-lipat? Karena ini adalah memang tidak mudah. Untuk mengubah paradigma tanah wakaf yang menjadi warisan keagamaan dan sosial untuk dialihfungsikan menjadi tanah komersil, itu butuh perubahan paradigma yang besar. Belum lagi keberanian untuk mengajukan perubahan tersebut. Serta belum lagi akses terhadap bagaimana mengubah tanah yang ada menjadi tanah produktif. Sangat kompleks,” papar Pungky panjang lebar.
Menurut Pungky dalam penyusunan arsitektur keuangan syariah beberapa waktu lalu, wakaf adalah salah satu komponen yang akan diperbaiki pengaturannya ke depan.
“Untuk itu, bagaimana memperbaiki tata kelolanya terlebih dahulu, misalnya dari lembaga badan wakafnya. Kemudian regulasi wakafnya, apakah memang menghambat, atau malah pengelolaannya yang tidak pas. Kemudian bagaimana memperbaiki SDM wakaf. Itu semua menjadi PR bersama yang harus segera diselesaikan,” demikian Pungky Sumadi, Anggota KNKS.

