Dukungan regulator diperlukan untuk memblokir platform P2P bodong.
Pelaku usaha yang tergabung Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lebih serius menunjukkan komitmennya dalam membangun industri teknologi finansial (tekfin), khususnya kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Salah satunya dengan membentuk departemen pengawasan khusus tekfin.
Wakil Ketua AFTECH Adrian Gunadi mengatakan, pelaku yang tergabung di asosiasi melihat implementasi standar regulasi OJK mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi harus ditingkatkan. Berbeda dengan regulasi perbankan yang ketat, menurutnya, konsep sand box policy paling sesuai untuk mengatur dan mengawasi tekfin.
“Perubahan tekfin lebih cepat jadi pendekatan regulasinya berbeda, tapi perlu ada departemen atau kantor yang harus mulai bergerak karena pertumbuhan tekfin semakin cepat. Jangan sampai regulasi ketinggalan implementasinya. Agar standar regulasi berjalan baik, maka perlu dibentuk suatu departemen atau kantor tekfin di OJK. Ini titik mulai yang harus jelas supaya pengawasan bisa berjalan, kami juga mendukung fintech office di OJK,” tukasnya, Rabu (22/3).
AFTECH pun tak berkeberatan jika harus membayar fee agar ada pengawasan berkesinambungan dari OJK. “Di bank ada fee yang dibayar dan saya rasa dengan business plan kami terbuka untuk ide itu, bagaimana ada pengawasan berkesinambungan tapi juga berjalan efektif. Jadi kalau ada fee yang harus dibayar, kami kesana,” cetus Adrian.
Ketua Bidang Peer to Peer (P2P) Lending AFTECH Reynold Wijaya menuturkan, pihaknya mendesak OJK untuk membentuk departemen tekfin. “Ini harus dari level struktural cukup tinggi supaya bisa memberi dukungan terbaik bagi tekfin tanah air. Jadi bisa tumbuh tidak hanya cepat tapi juga benar,” ujarnya.
Menurut dia, dengan adanya dukungan regulator maka akan bisa melindungi pelaku dari tekfin bodong. Ia menyontohkan yang terjadi di Tiongkok, yang awalnya memiliki 2400 platform P2P kemudian setelah regulasi P2P keluar pada 2015 terdeteksi ada 200 platform diantaranya yang bodong. “Jadi kita pastikan dari awal sudah benar, jangan sampai dirusak dengan yang tidak benar dan ini bisa dilakukan dengan dukungan OJK,” tegas Reynold.
Direktur Kebijakan Publik AFTECH Ajisatria Suleiman mengatakan, pihaknya mendesak pembentukan departemen karena banyak proses pendaftaran P2P berkaitan dengan berbagai bidang di OJK maupun lintas kementerian, seperti ada aturan yang terkait dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Menurutnya, jika komunikasi antara OJK dan Kemenkominfo tidak berjalan baik, maka dampaknya pada proses pendaftaran.
“Harapannya ada satu delartemen yang berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, PPATK, OJK dan Kemenkominfo yang berkaitan dengan P2P. Kami mendorong pembentukan unit setingkat departemen di dalam tubuh OJK yang memiliki kuasa untuk menyelesaikan maslaah yang timbul. Departemen tersebut diusulkan untuk melakukan roadshow bersama pelaku usaha ke daerah-daerah untuk mensosialisasikan POJK No 77,” jelasnya.
Sebelumnya OJK tekah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.1/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada Desember 2016. Regulasi tersebut diarahkan untuk memberikan kemudahan akses terhadap pendanaan bagi masyarakat demi mencapai keuangan inklusif.

