Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai acapkali menghadapi kesulitan dalam memperoleh air layak minum. Tak jarang masyarakat pesisir pantai mendapatkan air yang masih terasa asin atau terkadang payau.

Kondisi tersebut pun menjadi perhatian mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, yaitu Prasetyo Zahara dan rekannya. Melalui penelitian bertajuk “Teknologi Double Panel untuk Destilasi Air Laut dalam Mengatasi Kekurangan Air Bersih di Daerah Pesisir”, Prasetyo menguji kemampuan sebuah alat destilasi atau penyulingan air laut yang menggunakan sistem double panel untuk menghasilkan air minum berkualitas.
“Di sini panel yang dipasang akan menangkap sinar matahari sebagai sumber energi dalam proses penyulingan dan tidak menggunakan arus listrik sama sekali. Jadi alat ini cocok untuk daerah pesisir yang berada di pelosok,” jelas Prasetyo saat memaparkan hasil penelitiannya dalam ajang Tanoto Student Research Award di Annex Building, Selasa (3/3).
Ia menambahkan hasil penelitian pun menunjukkan kualitas air minum hasil penyulingan alat destilasi air laut double panel tersebut telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan dan Standar Nasional Indonesia untuk air minum. “Alat ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan pulau-pulau terpencil untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka,” kata Prasetyo.
Prasetyo memaparkan alat destilasi air laut dengan double panel menggunakan prinsip seperti efek rumah kaca yang mampu menghasilkan panas lebih tinggi, sehingga kemudian mempercepat evaporasi (penguapan) dan meningkatkan produktivitas dari air bersih gang dihasilkan. “Dari alat penyulingan seluas 6×7 meter dapat diperoleh air bersih sekitar 66 liter,” ungkapnya.
Dalam penelitian ini alat destilasi terbuat dari rangka alumunium yang tahan karat, sedangkan panelnya terbuat dari kaca. Namun, Prasetyo menyarankan jika ingin membuat alat penyulingan berskala besar hendaknya panel diganti dengan plastik atau akrilik yang lebih berdaya tahan tinggi. “Dari segi biaya produksi (untuk alat penyulingan berskala besar), kami belum memperkirakannya karena perlu didesain kembali,” tukas Prasetyo.
Ia menambahkan hasil penelitiannya pun perlu dikaji lebih lanjut, apakah dapat dikembangkan untuk skala industri misalnya untuk industri pembuatan garam dari air laut. Prasetyo bersama rekan-rekan tim penelitinya, yaitu Zahra Widi Damayanti, Aditya Ramanda, Andry Tiraska, dan Luzmi Malia Izza, pun ditahbiskan menjadi pemenang pertama Tanoto Student Research Award untuk mitra Institut Pertanian Bogor.

