
Menurut Akademisi Universitas Wollongong Australia, Nadirsyah Hosen, ada tiga level korupsi. Pertama, terpaksa karena penghasilannya sangat kecil sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Apa kalau begitu mau potong tangan atau hukuman mati? Tentu tidak. Solusinya simpel untuk orang seperti itu tinggal naikkan saja gajinya karena ia terpaksa untuk berjuang hidup,” kata Nadirsyah, beberapa waktu lalu
Level kedua, adalah korupsi terjadi di dalam sistem. Korupsi sendiri telah menggurita menjadi sistem. “Walau orang baik dan tidak memperkaya diri sendiri, tapi dia bagian dari sistem yang ada, dia ikut korupsi, ini apa potong tangan? Menurut saya sistemnya harus dibenahi,” tukas Nadirsyah. Baca: Saatnya Memutus Budaya Korupsi
Sementara, level ketiga adalah ketika korupsi dilakukan oleh orang yang telah memiliki penghasilan besar. Menurut Nadirsyah, orang itu berarti serakah dan sesuai jika diberi hukuman seberat-beratnya. “Karena itu memang harus tebang pilih dalam membasmi korupsi. Nanti kalau semua dihukum mati karena korupsi saya kuatir tidak ada orang yang tersisa,” kelakar Nadirsyah.
Dalam Corruption Perception Index yang diterbitkan oleh Transparency International Indonesia menduduki peringkat 107, tak berbeda jauh dengan Argentina dan Djibouti. Pada tahun sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruh 174 negara yang diperiksa. Baca: Kepentingan Rakyat Harus Didahulukan, Bukan APBN

