Para kepala daerah di seluruh tanah air diharapkan untuk ikut turun tangan mengendalikan inflasi di masing-masing daerahnya. Karena harga-harga barang dan jasa yang mengalami kenaikan signifikan akan menggerogoti daya beli masyarakat, yang ujung-ujung akan berefek semakin mendongkrak angka kemiskinan di tanah air.

Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur BI, karena harga-harga barang dan jasa yang mengalami kenaikan signifikan akan menggerogoti daya beli masyarakat. Selain itu juga, inflasi yang tidak terkendali, akan mempengaruhi penurunan tingkat kesejahteaan dan mendongkrak kemiskinan.
“Itulah mengapa kami (BI) harus bekerjasama kepada pihak pihak, terutama kepala daerah yang memiliki otoritas dalam berkomunikasi kepada masyarakat,”terang Agus.
Lebih jauh Gubernur BI menyampaikan, inflasi yang tinggi berdampak pada dunia usaha, karena para pengusaha kesulitan menentukan harga-harga. Di satu sisi juga akan muncul praktek – praktek spekulatif karena dikhawatirkan harga-harga meningkat cukup tinggi. Persoalan ini menurut Agus Martowardoyo harus segera diatasi.
“Inflasi yang stabil dan rendah, harus dicapai sebagai daya saing. Sebab, inflasi yang tinggi menjadi permasalahan bagi pengusaha dalam bersaing. Terlebih dalam menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Di Indonesia sejak 2013 sampai 2014 inflasi mencapai 8,3 persen. Jadi Inflasi tersebut masih tinggi dibandingkan dengan negara negara Asean laiannya,” tegas Agus dengan nada prihatin.
Menurut Agus Martowardoyo, untuk mengembangkan pengendalian inflasi, selama ini telah terbentuk tim pengendali inflasi daerah. Untuk mengendalikan inflasi daerah tersebut, lanjut Agus, terdapat pola 4 K, yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif untuk mengarahkan ekspektasi pasar.
“4K inilah yang diyakini mampu membentuk pengendalian inflasi di daerah,” demikian tegas Agus D Martowardoyo – Gubernur Bank Indonesia menutup pembicaraan.

