Bank syariah satu ini memilih lebih berhati-hati dalam memberikan pembiayaan mikro, juga harus highly local sector. Mengapa demikian?

Dalam acara paparan kinerja BNI Syariah baru-baru ini (20/11/14) di Jakarta, BNI Syariah mencatat pertumbuhan pembiayaan sebesar 33,30% dari Rp. 10.563.157 (September 2013), menjadi Rp. 14.080.141 (September 2014). Dari total pembiayaan sebesar Rp 14,08 trilyun itu, proporsinya sebagian besar merupakan pembiayaan konsumtif cabang 52,68%, disusul pembiayaan komersial/produktif cabang 22,26%, pembiayaan komersial 14,93%, pembiayaan mikro 7,27% dan pembiayaan kartu Hasanah Card 2,87%.
Dari persebaran komposisi pembiayaan BNI Syariah di atas, terlihat bank syariah ini hanya memberikan proporsi pembiayaan mikro sejumlah 7,27% saja dari total pembiayaan disalurkan. Sebuah proporsi yang tergolong kecil, bila dibandingkan dengan pembiayaan bank syariah lainnya yang justru banyak menggenjot sektor pembiayaan mikro.
Menanggapi kinerja bisnis tentang relatif tidak besarnya pembiayaan BNI Syariah ke sektor mikto, Direktur Bisnis BNI Syariah – Imam T Saptono menjelaskan, bahwa pihaknya di sektor pembiayaan mikro ini memang lebih berhati-hati.
“Karena memang di BNI Syariah sektor mikro itu konsepnya agak lebih prudent (berhati-hati). Karena berdasarkan pengalaman di bank-bank lain, pembiayaan mikro itu tumbuhya cepat, tapi biasanya honey moon-nya hanya tiga sampai lima tahun. Setelah tiga tahun, mulai kendala. Kenapa? Karena mereka terlalu ekspansif dan pemberiannya tidak prudent,” papar Imam.
Menurut Imam, kecenderungan negatif di atas itulah yang menyebabkan BNI Syariah memang tidak jor-joran dan memilih untuk lebih berhati-hati didalam produk bank syariah pembiayaan di sektor mikro ini. “Sementara ini di BNI Syariah, kita cukup puas dengan apa yang telah dicapai sekarang. Mikro memang tumbuh tidak terlalu ekspansif. Tapi NPF tetap bisa kita jaga, yaitu tidak lebih dari 3 persen,” ujar Imam.
Lebih lanjut menurut Imam, pihaknya merasa lebih nyaman dengan model bisnis pembiayaan mikro seperti yang telah dijalankan oleh BNI Syariah sekarang ini.
“Jadi kita lebih senang dengan model pembiayaan mikro yang sekarang. Di mana satu titik mikro itu, tidak lebih dari Rp 15 miliar. Kalau mau lebih, maka kita lebih baik buka titik baru lagi, karena untuk kontrol, atau pengawasan tadi. Jadi batasan kilometernya betul-betul dijaga,” tegas Imam.
Sebelumnya, Imam mengatakan pada mysharing, bahwa pihaknya punya dua strategi dalam penyaluran pembiayaan usaha mikro, yaitu on unit (cabang khusus mikro) dan melalui linkage dengan koperasi syariah dan baitul maal wat tamwil (BMT).
“Mikro ini harus highly local sector, karena itu hanya bisa beroperasi 10 kilometer dari wilayah areanya. Selain itu di second city biasanya mikro berupa perdagangan dan retailer, karena itu mikro BNI Syariah lebih ke yang sifatnya second city dan tumbuh kembang seperti Sulawesi dan Maluku” ujar Imam.
Selain menyalurkan pembiayaan dengan pola eksekuting secara langsung melalui cabang mikro, BNI Syariah juga menyalurkan pembiayaan komersial melalui koperasi syariah dan BMT untuk end user usaha mikro.

