Pasar mikro yang cukup besar tak luput dari sasaran bank syariah. BNI Syariah pun telah memiliki outlet khusus sebanyak 96 unit untuk melayani para pengusaha mikro.

Direktur Utama BNI Syariah, Dinno Indiano, mengatakan total pembiayaan mikro BNI Syariah melalui outlet mikro telah mencapai Rp 982 miliar pada Juni 2014. Pihaknya pun memiliki strategi tersendiri dalam merambah pasar mikro, misalnya adalah menghindari head-to-head layanan mikro di kota besar dengan lembaga keuangan lainnya.
BNI Syariah pun rata-rata menempatkan layanan mikronya di sejumlah daerah yang merupakan second-city dan baru berkembang. Di Pulau Jawa misalnya, BNI Syariah hanya memiliki lima cabang mikro di Bandung, Bogor, Jember, Malang dan Surabaya. Sisanya berada di luar Jawa, diantaranya di Morotai dan Baubau. “Di luar Jawa pasarnya sangat baik karena bisnis mikro lebih intensif dan juga kami melakukannya by sistem real time,” kata Dinno.
Sementara, Direktur Bisnis BNI Syariah, Imam Teguh Saptono, mengatakan pihaknya punya dua strategi dalam penyaluran pembiayaan usaha mikro, yaitu on unit (cabang khusus mikro) dan melalui linkage dengan koperasi syariah dan baitul maal wat tamwil (BMT). “Mikro ini harus highly local sector, karena itu hanya bisa beroperasi 10 kilometer dari wilayah areanya. Selain itu di second city biasanya mikro berupa perdagangan dan retailer, karena itu mikro BNI Syariah lebih ke yang sifatnya second city dan tumbuh kembang seperti Sulawesi dan Maluku” ujar Imam.
Selain menyalurkan pembiayaan dengan pola eksekuting secara langsung melalui cabang mikro, BNI Syariah juga menyalurkan pembiayaan komersial melalui koperasi syariah dan BMT untuk end user usaha mikro. Imam mengungkapkan total pembiayaan melalui linkage sebesar Rp 900 miliar, jadi total keseluruhan untuk pembiayaan mikro hampir Rp 1,9 triliun.
Dari sisi sektornya, pembiayaan mikro lebih banyak disalurkan ke sektor perdagangan. Ditanya mengenai pembiayaan ke nelayan, Imam mengutarakan pihaknya belum merambah ke pasar tersebut. “Karena mikro itu local sector, maka harus punya model bisnisnya. Sampai saat ini nelayan belum menjadi prioritas kami karena appetite dari BNI Syariah belum punya bisnis model nelayan. Bukan berarti nelayan tidak prospek tapi kita berhati-hati karena nelayan risikonya besar, beda dengan perkebunan yang hasilnya relatif stabil,” pungkas Imam.
Pada semester II 2014 BNI Syariah mencatat pembiayaan sebesar Rp 13,36 triliun, naik 39,7 persen dari periode sama tahun lalu. Pembiayaan konsumer memegang porsi terbesar dengan 52,8 persen dari total portofolio pembiayaan, disusul oleh pembiayaan ritel produktif cabang 22,1 persen, pembiayaan komersial 14,6 persen, mikro 7,3 persen dan kartu pembiayaan Hasanah Card 3,2 persen.

