Seiring kian populernya keuangan Islam di tataran global, China mengisyaratkan ketertarikan kepada industri ini.

Seperti diketahui, China terus berupaya membangun ikatan kuat dengan negara-negara Asia di bawah strategi “One Belt, One Road” yang ditujukan untuk membangun kembali jalur sutera (Silk Road) perdagangan dengan Asia dan Eropa.
Jejaring perdagangan dalam strategi ini akan meliputi pusat-pusat keuangan Islam dunia seperti Timur Tengah dan Asia Tenggara. Di pusat-pusat ini, aset keuangan syariah mengomposisi 14 dari totalnya di seluruh dunia.
“Dengan “One Belt, One Road”, BUMN China dan perusahaan swasta nya saat ini lebih ingn mengeksplorasi keuangan Islam,” kata Ben Ping Chung Cheung, Asia Pacific head of consultancy Shariah Advisory Group, Hongkong sebagaimana dikutip dari Thomson Reuters, Selasa (22/9).
Sebagai konsultan, diakui Ben Chung Cheung, pihaknya saat ini tengah dimintai nasehat dari kelompok usaha konglomerat HNA di China. Konglomerasi ini juga akan melakukan pembiayaan keuangan syariah pertama dengan rencananya membeli kapal senilai USD 150 juta. “HNA juga berencana menerbitkan sukuk global”, kata Ben Chung Cheung.
Proyek kereta api cepat di provinsi Shandong Timur juga mengeksplorasi sukuk untuk memeroleh setidaknya Yuan 30 miliar atau sekitar USD 4.7 miliar. “Dana akan digunakan untuk membangun jalur kereta cepat”, kata Ben Chung Cheung.
“Jika berhasil, transaksi ini akan menjadi penerbitan sukuk terbesar di dunia yang pernah ada. Namun hambatan tentu masih ada, seperti kompetisi pembiayaan dari bank-bank domestik. Bagaimanapun, diskusi-diskusi awal terus dilakukan”, kata Ben Chung Cheung menambahkan.
Pada Juli lalu, Silk Routes Financials, konsultan keuangan berbasis di Singapura mengakui telah mendapat mandat dari Sichuan Development Holding Co, salah satu BUMN China untuk memasukkan pilihan keuangan Islam dalam nasehat-nasehat yang diberikannya.
“Terlihat ada momentumnya, ini adalah konsekuensi dari membesarnya jalur pedagangan antara China dan Teluk,” kata Jonathan Fried, mitra firma hukum Linklaters di Dubai.
Rencana-rencana China terlihat ambisius. Padahal, perusahaan-perusahaan China akan menghadapi beberapa tantangan, seperti proses pembelajaran keuangan Islam seperti larangan riba dan skema-skema keuangan yang jauh lebih kompleks dari keuangan konvensional.
Memang, menerbitkan sukuk global tampak menarik. Sejak, investor keuangan Islam telah membeli banyak sukuk berdenominasi dolar. Namun, secara historis mereka cenderung untuk berinvestasi di emiten teratas.
“Daya tariknya akan menang, jika sukuk lebih murah untuk emiten, dan jelas ada banyak perusahaan di Cina dalam industri yang tepat, struktur yang tepat untuk itu,” kata Kalai Pillay, kepala North Asia Industrials di Fitch Ratings.
Apa yang Dilakukan Pemerintah China?
Di level pemerintahnya, partisipasi Cina di keuangan Islam kemungkinan, terutama melalui Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB), bank multilateral baru yang didukung oleh Beijing.
AIIB telah membahas kerjasama keuangan Islam dengan Islamic Development Bank (IDB). Menariknya, dua kreditur ini sama-sama memiliki 20 negara anggota.
Menawarkan keuangan Islam dapat membantu AIIB membedakan dirinya dari pesaingnya seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.
Bank-bank BUMN China juga sudah meningkatkan keterlibatan mereka di Teluk. Tahun lalu, Agricultural Bank of China, Bank of China dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) telah menerbitkan obligasi konvensional yang terdaftar di NASDAQ Dubai.
“Tahap berikutnya, penerbitan sukuk oleh entitas China, difasilitasi dan di kelola bersama oleh bank-bank itu,” kata Fried dari Linklaters, Dubai.

