Pihak berwenang di ibu kota Rwanda, Kigali, melarang penggunaan pengeras suara untuk mengumandangkan adzan dengan alasan mengganggu kenyamanan penduduk sekitar masjid tepatnya terletak di Distrik Nyarugenge.
Sebuah permukiman tempat masjid terbesar di ibu kota tersebut berada sebagaimana dilaporkan oleh media setempat.Mayoritas penduduk Rwanda yang berjumlah sekitar 11 juta jiwa adalah Kristen dan Muslim hanya sekitar 1%.
Seorang pejabat Rwanda, Charles Havugimana, mengatakan larangan penggunaan pengeras suara untuk mengumandangkan adzan diterapkan setelah dilakukan pemantauan lapangan.seperti dikutip dari BBC, Kamis (15/03/2018).
Badan Tata Kelola Rwanda, sebuah negara di Afrika bagian timur, dan pemerintah daerah berusaha meningkatkan kualitas tempat-temapat ibadah yang tidak memenuhi standar.Ditambahkannya, pemantauan yang dilakukan pada tanggal 19 Februari lalu tidak hanya di masjid-masjid tetapi juga di gereja-gereja.
Hasilnya, sebagaimana dijelaskan oleh Havugimana lewat pernyataan tertulis, masjid-masjid yang memasang pengeras suara di atas bangunannya menyebabkan polusi suara.
“Saya menulis kepada Anda (pengelola masjid) untuk tidak lagi menggunakan pengeras suara dan mencari cara lain untuk mengumandangkan adzan.” Demikian pernyataan Havugimana.
Namun peraturan baru ini ditentang oleh asosiasi Muslim di Rwanda. Seorang pengurusnya mengatakan langkah yang seharusnya ditempuh adalah menurunkan volume dan mempersingkat penggunaan pengeras suara.
Tak hanya masjid namun Pihak berwenang Rwanda baru-baru ini juga telah menutup 700 gereja dan satu masjid. Kebijakan ini muncul saat pemerintah terus melakukan tindakan keras terhadap gereja-gereja di bawah standar di negara Afrika Timur tersebut antara lain keselamatan struktur bangunan, sanitasi dan polusi suara.
Pemerintah Rwanda melalui pejabat setempat, Havuguziga Charles pun telah angkat bicara mengenai larangan tersebut. Menurut Charles, sejak larangan disampaikan, komunitas Muslim mulai patuh dan menghormati peraturan larangan penggunaan pengeras suara tersebut.
“Larangan itu tidak menghentikan mereka pergi beribadah sesuai waktu shalat,” kata Charles.
Aturan pemerintah Rwanda ini menyusul banyaknya kasus penutupan gereja, termasuk satu masjid sebelumnya karena alasan-alasan keamanan. Salah satu alasan yang disampaikan pemerintah selain kebisingan adalah menangkal tumbuhnya ceramah-ceramah yang menyesatkan jamaah.
Kini pemerintah tengah menyiapkan peraturan baru untuk mengatur operasional organisasi keagamaan. Pemerintah mengatakan alasannya beberapa pendeta menipu jemaat mereka dengan khotbah yang menyesatkan.namun pihak-pihak yang menentangnya menganggap langkah ini sebagai bentuk penyensoran lebih lanjut dan merupakan langkah pemerintah untuk mengendalikan pesan mereka kepada jemaat di negara tersebut yang dituduh kelompok hak asasi manusia mencekik kebebasan berbicara..

