Semester I 2016, asuransi jiwa syariah hanya tumbuh 5,69 persen.

Wakil Ketua Umum AASI Medya Agus mengatakan, dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat otomatis membuat daya beli masyarakat untuk membeli asuransi jiwa syariah juga menurun. “Karena asuransi jiwa bukan merupakan kebutuhan sekunder atau primer, jadi orang mulai mengurangi pengeluaran yang bagi mereka belum terlalu signifikan untuk mereka belanjakan,” katanya dalam Munaslub AASI, Kamis (8/9).
Menurutnya, pertumbuhan asuransi jiwa syariah yang kecil juga disebabkan pemasaran asuransi jiwa yang langsung ke nasabah. Ini berbeda dengan asuransi umum yang bisnisnya ditopang oleh perusahaan pembiayaan syariah dan perbankan. “Dengan pertumbuhan ekonomi melambat, otomatis daya beli masyarakat untuk membeli asuransi jiwa juga menurun,” tegas Medya.
Kendati pertumbuhan asuransi jiwa syariah melemah karena daya beli masyarakat berkurang, lanjutnya, dari sisi jumlah kontribusi asuransi jiwa syariah jauh lebih besar dibanding asuransi umum syariah. Tercatat pada semester I 2016, kontribusi asuransi jiwa syariah sebesar Rp 4,6 triliun, sedangkan asuransi umum dan reasuransi syariah sebesar Rp 1,34 triliun. “Hal ini juga yang membuat asuransi jiwa syariah bergerak tidak seleluasa dengan nilai bisnis asuransi umum,” jelas Medya.
Per Juni 2016, pangsa pasar kontribusi asuransi jiwa syariah terhadap total premi bruto asuransi jiwa konvensional sebesar 7,54 persen. Sementara, pangsa pasar asuransi umum syariah sebesar 3,53 persen. Secara total, pangsa pasar kontribusi asuransi syariah Indonesia telah mencapai enam persen.

