Evaluasi dan Diversifikasi Jadi Kunci Investasi Maksimal

[sc name="adsensepostbottom"]

Dalam berinvestasi, masyarakat Indonesia telah memiliki tujuan investasi yang pasti untuk masa depannya, yaitu untuk dana pendidikan dan masa pensiun. Namun pemahaman mengenai kelas aset investasi yang masih rendah dan minimnya evaluasi terhadap investasi membuat persiapan dana tersebut kurang maksimal.

EvaluasiDirektur Pengembangan Bisnis Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut Endro Andanawarih, mengatakan sekitar 67 persen investor mengkaji investasinya minimal sekali dalam setahun, 21 persen investor bahkan jarang mengkaji investasinya dan 12 persen tidak mengevaluasi investasi. “Masih ada investor yang jarang melakukan analisa, maka tidak heran kalau ada yang terjebak di investasi bodong,” ujar Putut, dalam pemaparan Manulife Indonesia Sentiment Index, pekan lalu.

Putut tak menampik biasanya masyarakat punya pemahaman bahwa untuk berinvestasi harus memiliki dana yang banyak, diawasi terus menerus, kepandaian analisis, dan punya waktu luang. Padahal, ada instrumen produk seperti reksadana yang bisa dibeli mulai dengan Rp 100 ribu. “Kalau menyisihkan Rp 10 ribu sehari, maka bisa dapat uang Rp 300 ribu untuk investasi dan mulai dari sekarang. Jadi jangan hanya menyicil barang tapi mulai menyicil masa depan,” cetus Putut.

Bagaimana menyisihkan dana investasi bagi mereka yang berpendapatan kurang dari Rp 5 juta per bulan? Putut memaparkan cara yang gampang adalah dengan berhemat. “Kita biasanya baru investasi saat sisa uang, padahal harusnya investasi dulu,” ujar Putut. Selain itu, dana juga jangan hanya ditempatkan di deposito karena bisa termakan inflasi. Masyarakat perlu melihat instrumen investasi lainnya sebagai langkah diversifikasi investasi. Baca Juga: Sentimen Masyarakat Terhadap Investasi Meningkat, Tapi…

Chief of Employee Benefits Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Nur Hasan Kurniawan, pun mengimbau masyarakat agar dapat memastikan perencanaan keuangan menjawab kebutuhan di masa depan. “Porsi investasinya harus disiapkan sejak awal pas dapat pendapatan. Jika berinvestasi sejak awal maka hasilnya yang akan didapatkan di masa depan juga akan bertambah banyak,” cetus Hasan.

Bagaimana menyisihkan dana untuk investasi? Masyarakat harus memulai dengan memisahkan antara keinginan dan kebutuhan. “Investasikan sebagian dari pendapatan sesuai profil risiko,” ujar Hasan.

Hasan mengatakan masyarakat Indonesia pun tidak bisa hanya mengandalkan biaya kesehatan dari BPJS. “Ke depannya bisa saja dana dari pemerintah tidak lagi kencang seperti subsidi BBM, jadi jangan terlalu tergantung pada pemerintah. Kita harus siapkan jaring pengaman sendiri,” kata Hasan.

Literasi Keuangan Rendah

Hasil riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun lalu menunjukkan tingkat melek produk keuangan masyarakat Indonesia masih memprihatinkan. Menurut riset yang dilakukan OJK, saat ini indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia baru 21,8 persen. Artinya, dari 240 juta jiwa penduduk Indonesia, baru 52 juta jiwa saja yang benar-benar paham tentang industri keuangan dan produk jasa keuangan.

Dari enam produk keuangan yang tersedia, baru bank yang cukup dikenal masyarakat (57,28 persen). Hasil riset OJK juga menunjukkan, tingkat pemahaman paling rendah terdapat di pasar modal, yakni hanya 0,11 persen. Sisanya hampir merata di sektor perasuransian (11,81 persen), lembaga pembiayaan (6,33 persen), pergadaian (5,04 persen), dana pensiun (1,53 persen).

Menurut Direktur Literasi dan Informasi OJK, Agus Sugiarto, belum meratanya tingkat literasi keuangan masyarakat menjadi penyebab belum meratanya tingkat utilitas keuangan. “Survei OJK dan studi Manulife Investor Sentiment Index memiliki kesamaan dalam hasil analisis. Masyarakat masih memilih pola tradisional dalam menyimpan uang. Mereka masih memilih untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tunai. Rendahnya tingkat utilitas dana pensiun ditengarai karena tingkat literasi dana pensiun juga masih rendah. Kesadaran masyarakat terhadap perlunya perencanaan pensiun juga masih rendah yang tercermin dari separuh responden yang tidak memiliki perencanaan masa pensiun,” papar Agus.