Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda, besok pagi, Selasa (28/10). Ketua Yayasan Damandiri Prof Dr Haryono Suyono mengatakan, hari Sumpah Pemuda merupakan hari keramat yang dicetukan anak muda seluruh Indonesia melalui sumpah untuk bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu “Indonesia”.

Haryono Suyono berharap, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta kabinetnya bekerja keras melanjutkan cita-cita para pemuda dalam lima tahun ke depan, menempatkan prioritas persatuan dan kesatuan bangsa sebagai arahan yang utama. Presiden dan Wakil Presiden diharapkan selalu mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk gotong royong menyelesaikan paket pembangunan, menempatkan pemerintah sebagai bagian dari kekuatan bersama rakyat untuk membangun bangsa.
“Kita berharap presiden dan jajaran kabinetnya bersifat terbuka, mendengarkan dan mengikuti sertakan rakyat, lembaga sosial masyarakat dan para cendekiawan mulai dari perencanaan program sampai pelaksanaan pembangunan di daerah,” kata Haryono, dalam laporannya yang diterima MySharing, Senin (27/10).
Menurutnya, keikutsertaan itu sangat penting agar semua kekuatan yang dimiliki rakyat dapat memperkuat dan memperluas jangakau yang dapat dicapai dalam pembangunan. Karena ukuran keberhasilan pembangunan adalah manusia dan keluarga. Artinya, keberhasilan pembangunan dinilai berhasil apabila partisipasi dan cakupan pembangunan tersebut mengikutsertakan sebanyak mungkin manusia dan keluarga Indonesia.
Haryono pun mencontohkan, dalam bidang kesehatan, umpamanya, suatu keberhasilan bukan diukur dari megahnya bangunan rumah sakit. Tetapi utamanya adalah banyaknya keluarga miskin yang dapat menikmati bangunan rumah sakit lengkap dengan dokter, perawat dan obat. Sedangkan dalam bidang pendidikan, tidak hanya menghendaki bangunan sekolah yang megah dan berskala international di suatu desa atau kecamatan. Tetapi seluruh anak keluarga miskin di sekitarnya bisa bersekolah, bukan hanya menjadi penonton saja. “Anak-anak yang tinggal di sekitar sekolah, apakah dia kaya atau miskin harus bisa mendapat pendidikan untuk masa depannya yang sejahtera,” ujar mantan menko Kesra ini.
Haryono menambahkan, begitu pula dalam bidang wirausaha, kita tidak boleh silau melihat angka-angka kredit untuk keluarga miskin yang jumlahnya triliunan. Banyak keluarga miskin ingin berusaha tetajuga berusaha, tetapi satu sen pun tidak bisa mengakses kredit. Alasan semata-mata karena keluarga miskin tidak memiliki pengalaman dan belum pernah berusaha merupakan alasan klasik yang harus dirubah. Kredit trilunan hanya dinikmati penduduk yang punya usaha, mempunyai agunan dan mampu mengakses kredit.
Karena alasan klasik inilah, akhirnya keluarga miskin hanya bisa mengambil kredit dari penolong yang biasanya diberi label “orang jahat yakni rentenir/lintah darat”. Karena harus menanggung resiko tinggi, rentenir terpaksa menetapkan bunga yang tinggi. “Kita mestinya memberi julukan pahlawan, karena sesungguhnya mereka itu memberi pertolongan dengan cara mudah, dan menetapkan bunga tinggi karena resikonya juga tinggi,” tegas Haryono.
Namun demikian, Haryono menegaskan, kalau benar rentenir jahat, maka pemerintah harus menggantikan perannya dan berani ambil resiko seperti itu, tetapi tanpa harus menetapkan bunga yang tinggi. Pemerintah harus memberi kesempatan penduduk atau keluarga yang ingin menjadi pengusaha pemula dengan terlebih dahulu memberikan pelatihan, pendampingan serta modal.
Menurutnya, modal awal ini harus dikawal ketat, bukan karena tidak percaya, tetapi bertujuan untuk melepasnya menjadi pengusaha yang bonafit, untuk dan bisa menyumbang kesejahteraan keluarga dan bangsanya. Dalam tujuan seperti itu, kiranya keluarga yang sudah mampu, keluarga sejahtera III, perlu dikembangkan menjadi keluarga sejahtera III plus. Yaituu keluarga sejahtera yang peduli terhadap keluarga yang sedang bekerja keras untuk menjadi keluarga yang lebih sejahtera.
Pelatihan dalam pendekatan tingkah laku yang mendidik akan sangat berguna dan jauh lebih cepat menuntun keluarga yang sedang berjuang untuk menjadi keluarga yang lebih sejahtera. Lebih dari itu, agar program ini berhasil, keluarga pra sejahtera atau keluarga miskin tidak boleh dinina-bobokan dengan pemberian hadiah yang diberikan tanpa kerja keras. Setiap orang yang dididik, bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah didapat sebagai imbalan kerja keras serta sungguh-sungguh dengan hasil yang membawa manfaat dan berguna. Kerja santai dan seenaknya sendiri perlu dihindari. “Bangsa ini perlu dilatih dengan disiplin tinggi, bukan pelatihan untuk kerja rodi, tetapi suatu pelatihan bekerja keras dengan penuh kasih sayang,” tandas mantan Kepala BKKBN ini.
Haryono menuturkan pendidikan dan pelatihan perlu dilembagakan sebagai suatu karakter anak bangsa yang melembaga, menarik dan dihargai. Sehingga mereka merasa mendapat dukungan untuk merasa bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu yaitu Indonesia yang adil dan makmur. Bangsa ini, satu keluarga dan keluarga lain memiliki perasaan yang satu, saling peduli yang tidak hanya dilakukan secara lisan, tetapi diwujudkan dengan karya nyata yang membawa manfaat langsung. Dapat dilihat kasat mata, dirasakan oleh semua orang dan membawa hasil kemakmuran yang adil dan merata.
Menurutnya, kebijakan persatuan dan kesatuan, seperti dicetuskan para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, diwujudkan dengan tindakan nyata diikuti dukungan penuh setiap lembaga pemerintah, dari pusat sampai ke tingkat akar rumput. Pelaksanaan program pembangunan tidak menjadi monopoli aparat pemerintah, tetapi mengikut semua kekuatan pembangunan dalam gerakan saling menghargai dan penuh kasih sayang. Aparat pemerintah seyogyanya berani mengambil tanggungjawab dan inisiatif untuk hal-hal yang rumit, karena bisa rugi atau tidak berjalan lancar kalau peran itu dikerjakan oleh lembaga swadaya atau lembaga swasta. Namun apabila sudah menunjukkan hasil, aparat harus berani segera menyerahkan kepada lembaga swasta untuk dijalankan dengan mudah. Dengan cara itu, pengangguran akan dapat dicegah tanpa harus menempatkan semua anak negeri menjadi pegawai negeri. Karena perusahaan swasta atau lembaga swadaya masyarakat akan menampung angkatan kerja yang lebih banyak. “Semua anak bangsa yang bekerja dimanapun akan bisa berkata dengan penuh kebanggaan satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia yang Jaya,” tegas Haryono.

