Refleksi kasus, “penggal kepala Jokowi”, dengan terdakwa Hermawan Susanto
Meski bebas, namun kebebasan berpendapat tetap dikebiri. Inilah potret hukum negeri ini. Hermawan Susanto kemarin, Kamis (12/3) divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Hermawan adalah pengancam penggal kepala Presiden Joko Widodo.
Namun, bebasnya Hermawan ini sebenarnya adalah semu. Karena Majelis Hakim tetap menjatuhkan hukuman penjara selama 10 bulan 5 hari kepada Hermawan. Hukuman itu adalah konsekuensi atas terbukti bersalahnya Hermawan sesuai Pasal 104 KUHP Juncto Pasal 110 KUHP Ayat (2) yakni memprovokasi orang untuk melakukan tindakan makar.
“Menyatakan terdakwa Hermawan Susanto alias Wawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berusaha membuat menggerakkan orang lain atau melakukan atau turut serta melakukan terhadap kejahatan makar,” kata Ketua Majelis Hakim, Makmur, saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.
Divonis salah, tapi bebas. Bebasnya hanya karena masa tahanannya habis. Hermawan telah ditahan selama 10 bulan 5 hari sejak pertengahan 2019. Jadi ini adalah kebebasan semu. Karena yang terjadi sebenarnya adalah Hermawan tetap dianggap melakukan tindak pidana memprovokasi orang untuk melakukan tindakan makar.
Putusan bersalah ini dapat menjadi preseden buruk bagi iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Karena, siapapun yang sekadar bereaksi kesal atau mengungkapkan kekesalan, dengan berteriak “penggal kepala Jokowi” atau yang semacamnya di masa depan, bisa dianggap menggerakkan orang lain untuk berbuat makar.
Nah, sekarang mari kita kaji pasal-pasal yang dituduhkan kepada terdakwa.
Pasal 104 KUHP :
“Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
Dalam Pasal 110 (2) ke.1 KUHP:
“Hukuman itu juga berlaku bagi orang yang dengan maksud akan menyediakan atau memudahkan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 104, 106, 107 dan 108.” :
1e. Mencoba membujuk orang lain supaya ia melakukan menyuruh melakukan atau turut melakukan kejahatan itu atau memberi bantuan atau kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk kejahatan itu.
Dakwaan pidana makar kepada Hermawan, seyogiayanya memenuhi unsur-unsur, dengan niat menggulingkan pemerintahan yang sah, dan atau kejahatan terhadap penguasa umum dan atau penyebaran berita bohong, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 KUHP.
Tuduhan Jaksa Penuntut Unum (JPU) dengan delik pidana makar kepada Hermawan, nyatanya sangat tidak relevan (terbukti) sama sekali memenuhi unsur-unsur makar yang terdiri atas: (1) niat; (2) perbuatan permulaan pelaksanaan; dan (3) ditujukan untuk menghilangkan nyawa Presiden/Wakil Presiden atau menghilangkan kemerdekaan atau membuat mereka tidak cakap memerintah.
Dalam fakta-fakta persidangan, juga tidak bisa dibuktikan tindakan makar, yaitu adanya perbuatan permulaan pelaksanaan/penyerangan dengan kekerasan atau tindakan yang membuat Presiden tidak berdaya.
Bahwa pidana aanslag (makar) merupakan delik yang di dalamnya hanya ada 2 (dua) unsur yaitu; adanya niat dan permulaan pelaksaan. Sedangkan percobaan sebagaimana diatur dalam (pasal 53 KUHP) memiliki tiga unsur yaitu niat, permulaan perlaksanan, permulaan pelaksanaan itu terhenti bukan karena keinginan pelaku semata.
[bctt tweet=”Vonis majelis hakim dengan menjatuhkan pidana makar kepada terdakwa Hermawan, tidak relevan, tidak terbukti dan patut diabaikan” username=”my_sharing”]
Padahal ‘perbuatan permulaan’ oleh Terdakwa sama sekali tidak ada. Hal itu sesuai dengan putusan MK No 7/PUU-XV/2017, tanggal 31 Januari 2018, antara lain menyatakan, delik makar cukup disyaratkan adanya niat dan perbuatan permulaan pelaksanaan.
Vonis majelis hakim dengan menjatuhkan pidana makar kepada terdakwa Hermawan, tidak relevan, tidak terbukti dan patut diabaikan. Hal itu bisa mencegah jurisprudensi yang kontraproduktif (tidak berkeadilan).



