HPC Afghanistan Belajar Hidup Damai dari Indonesia

[sc name="adsensepostbottom"]

Islam Wasatiyyah sebagai solusi berbagai konflik horizontal di Indonesia

High Peace Council (HPC) Afghanistan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menyelenggarakan dialog di Hotel Luwansa, Jakarta, Selasa (21/11).

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI,  Muhyiddin Junaidi mengatakan, dialog ini dihadiri ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia dan HPC Afghanistan. Menurutnya, sudah dua kali HPC Afghanistan datang ke Indonesia untuk melihat dari dekat Indonesia yang heterogen, multi kultur dan multi agama tapi bisa hidup damai. Bahkan tetap bisa menjaga kesatuan dan persatuan.

“Rangkaian kunjungan ini dimaksudkan agar sisi positif yang bisa merekatkan keutuhan sebuah bangsa bisa HPC Afghanistan lakukan di negara mereka,” kata Muhyiddin.

Dijelaskan dia, HPC Afghanistan di dalamnya ada semua elemen masyarakat yang terdiri dari begitu banyak ormas dan lembaga keagamaan. HPC Afghanistan dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian.

“Maka, MUI akan menyampaikan Islam Wasatiyyah kepada HPC Afghanistan. Islam Wasatiyyah sebagai solusi berbagai macam konflik horizontal di Indonesia,” ucap Muhiyiddin.

Pada dialog ini, MUI kata dia, ingin menyampaikan perlu merawat dan menjaga kebersamaan dengan merangkul seluruh elemen masyarakat. MUI juga menyampaikan kepada HPC Afghanistan, penyelesaian sebuah konflik tidak harus melalui kekuatan militer tetapi menggunakan kekuatan dialog.

“Jadi dialog itu sebagai sebuah solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan di antara kelompok yang bertikai,” ujarnya.

Menurutnya, Islam berkemajuan untuk dunia yang lebih beradab. MUI ingin memberitahu mereka, Islam cocok dengan demokrasi. Artinya tidak bertentangan dengan demokrasi dan Pancasila. Jadi semua itu saling melengkapi. Apa yang tidak ada di dalam Pancasila, dilengkapi di Islam. Sementara, Islam sudah sangat lengkap.

Disampaikan juga, hanya saja terkadang sebagian orang tidak memahami secara komprehensif tentang Islam. Sehingga mereka memiliki penafsiran khusus tentang Islam. Padahal di dalam Islam diajarkan saling menghargai dan menghormati perbedaan serta saling menyatukan dan mempertahankan kesatuan.

“Indonesia akan mengekspor pengalamannya dalam merawat Bhinneka Tunggal Ika kepada masyarakat Internasional, apa saja faktor-faktor yang mendorong persatuan tersebut,” pungkasnya.