Hukum Ekonomi Islam adalah juga Hukum Nasional Indonesia berdampingan dengan sistem hukum lainnya. Seperti apakah sebenarnya kedudukan Hukum Ekonomi Islam dalam ranah hukum di tanah air?

Erman memaparkan, Indonesia menganut beberapa sistem hukum, yaitu, pertama, hukum adat yaitu norma-norma yang hidup di masyarakat dan mempunyai sanksi kalau tidak diikuti, yang merupakan hukum asli di Indonesia. Lalu kedua, Hukum Islam yang datang dibawa oleh pedagang-pedagang yang mengembangkan agama Islam dengan sumber hukumnya Al Quran, Al hadits serta ijtihad ulama. Kemudian ketiga, hukum Civil Law yang berasal dari Code Napoleon Perancis yang menyebar sampai Belanda, dan dari Belanda mengalir ke Indonesia. Sistem hukum ini menganggap bahwa hukum itu peraturan perundang-undangan.
Menurut Erman, daerah-daerah yang kuat Islamnya dan umat Islam pada umumnya di Indonesia tunduk pada Hukum Islam. “Hukum Islam pada mulanya hanya berkembang pada hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian dan warisan. Nah, pada waktu Indonesia memasuki abad ke 21, Hukum Islam kemudian berkembang kepada bidang ekonomi, yang ditandai dengan lahirnya bank syariah, asuransi takaful, dan pasar modal syariah,” jelas Erman.
Lebih lanjut Erman, perkembangan paling akhirnya, Hukum Islam bahkan sudah sampai kepada Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana dengan lahirnya Otonomi Daerah Aceh yang berdasarkan kepada Syariat Islam dan berlakunya hukum cambuk di daerah tersebut.
“Semua sistem hukum tersebut di atas berlaku, dan eksistensinya berjalan di Indonesia, serta menjadi bagian dari Hukum Nasional Indonesia,” tandas Erman.
Secara khusus Erman lalu menambahkan, bahwa Hukum Ekonomi Islam yang merupakan bagian dari Hukum Islam, adalah juga Hukum Nasional Indonesia berdampingan dengan sistem hukum lainnya.
“Suatu contoh yang menarik adalah mengenai akad gadai. Dalam pengantarnya dikutip Q.S. Al Baqarah (2):283. Namun pasal-pasal berikutnya mengambil ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang notabene berasal dari Code Napoleon (Civil Law) mengenai Hak Tanggungan, mengenai penjualan benda jaminan sampai dengan ganti rugi dan biaya. Pertanyaannya, Hukum Islam bercampur dengan Hukum Barat, halal atau haram?” urai Erman kemudian.
Menjawab pertanyaan itu, Erman yang juga menjabat Ketua Program Magister Hukum Universitas Al Azhar Indonesia lalu menjelaskan, suatu penelitian di Mesir mengungkapkan, bahwa Code Napoleon mengenai perjanjian tersebut ternyata banyak mengambil dari hukum perjanjian Mazhab Maliki yang hidup di Andalusia. Andalusia semula adalah daerah Islam yang kemudian menjadi Spanyol dan akhirnya diduduki oleh Perancis.
Bahkan, lanjut Erman, bukan Perancis saja yang mengambil unsur-unsur dari Hukum Islam, tetapi Raja Henry II (Inggris abad ke 12) mengambil trust dan system juri dalam pengadilan dari Hukum Islam yang hidup di Cicilia, Italia pada abad itu. Lembaga Trust yaitu siapa yang menguasai belum tentu memiliki berasal dari wakaf dalam Hukum Islam.
“Sejarah menunjukkan, bahwa berbagai sistem hukum tidak hanya dapat hidup berdampingan di suatu negeri, tetapi sistem hukum yang satu dapat mengambil alih unsur sistem hukum lainnya,” ungkap Erman.
Menurut Erman, Syariat Islam dalam arti Hukum Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum nasional Indonesia, karena sebagian besar rakyat Indonesia adalah penganut Agama Islam. Hanya saja didalam pelaksanaannya berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lain.
“Ada masyarakat yang seratus persen menjalankan syariat Islam seperti Daerah Istimewa Aceh, tetapi daerah-daerah lain amat tergantung pada masyarakatnya. Perhitungan untung rugi turut menentukan apakah seseorang tunduk seluruhnya kepada Hukum Islam. Sebagai contoh dalam pembagian warisan. Menurut sistem kewarisan Islam, pria mendapat lebih banyak daripada saudara perempuannya. Namun beberapa daerah yang menganut Hukum Adat dengan system bilateral, pembagian warisan adalah sama antara pria dan wanita.
Dalam kesimpulannya Erman menjelaskan, Indonesia yang menganut prularisme hukum adalah alamiah, karena masyarakat Indonesia berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya. “Namun karena sebagian besar terdiri dari umat Islam, maka Hukum Islam menjadi bagian dari Hukum Nasional Indonesia. Pelaksanaannya banyak tergantung kepada sistem sosial masyarakatnya dan adakalanya perhitungan untung rugi turut menentukan,” demikian tutup Erman Rajagukguk.

