Presiden Joko Widodo hebat dalam waktu 28 hari pemimpin negeri ini sudah berani mengambil kebijakan memangkas anggaran dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Namun ini bukan langkah tepat karena masih banyak cara menyelamatkan ekonomi negara tanpa harus membuat rakyat tambah menderita. Hal ini disampaikan Staf Ahli Komisi VIII DPR RI Indon Sinaga.

Indon menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak tepat dilakukan saat ini. Pasalnya, banyak masyarakat yang belum siap dengan kebijakan tersebut. Dampak sosial kenaikkan BBM juga cukup tinggi pada kehidupan masyarakat. Baca juga: Alasan Jitu Jokowi Naikan Harga BBM
Indon menegaskan, baru saja BBM bersubsidi naik hari ini, dampaknya trasportasi angkutan umum di Jakarta sudah naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 4.000. “Efek kenaikan BBM ini tidak mai-main, dan saya merasakannya tadi pagi ketika naik angkot,” kata Indon kepada MySharing, saat dihubungi Selasa (18/11).
Menurutnya, kalau memang alasannya dari kenaikan BBM subsidi ini akan dialihkan dari komsumtif ke sektor produktif, seperti perlindungan sosial bagi keluarga kurang mampu. Dimana program ini diberikan dalam bentuk Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), masih kurang tepat. Karena dibalik program tersebut, masih banyak dampak sosial yang muncul akibat kenaikkan BBM ini. Seperti naiknya biaya transportasi, kebutuhan pokok dan biaya sekolah.
.Indon berpendapat, jika memang kenaikkan BBM ini didasari defisit APBN, pemerintah semestinya perlu menjelaskan defisit seperti apa yang dimaksud. Selain itu, perlu juga dijelaskan mengapa menaikkan harga BBM yang dijadikan pilihan dalam menanggulangi defisit tersebut. Penyehatan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemangkasan anggaran yang dikumandangkan Jokowi yakni melarang pejabat rapat di hotel mewah atau rapat diluar kota.
Jokowi, kata dia, akan sangat bijaksana bila terlebih dahulu mengevaluasi defisit anggaran negara secara transparan. Setelah terlihat hasilnya memang negara kekurangan dana untuk pembangunan dan menyejahterakan rakyat, maka harus dikolsutasikan dulu dengan DPR. Karena penyusunan anggaran adalah sinergi pemerintah dan DPR. “Jokowi hebat dalam waktu 28 hari pemimpin negeri ini sudah berani mengambil kebijakan pangkas anggaran. Namun tidak perlu karena defisit anggaran langsung menaikkan BBM bersubsidi,” tukas Indon.
Lebih lanjut ia menegaskan, kreatifitas pemerintah untuk mengelola persoalan tidak berani secara transparan. Pemerintah mungkin berpikir bahwa dengan menaikan BBM bersubdisi, bisa menutup anggaran.”Ya mungkin persoalan APBN akan selesai, tapi persoalan lain akan banyak muncul. Rakyat akan menjerit karena dampak kenaikan BBM menjurus ke semua sektor kehidupan,” tegasnya.

