Di awal pekan ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja membentuk Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS) sebagai wadah koordinasi dan sinergi antara OJK dengan lintas lembaga pembuat kebijakan. KPJKS beranggotakan 24 orang dari internal dan eksternal OJK dengan ketua komite adalah Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad.

Anggota KPJKS dari internal OJK terdiri dari Ketua dan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, tiga Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan, IKNB dan Pasar Modal, dan anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Sementara, anggota KPJKS dari eksternal OJK terdiri dari delapan anggota wakil ex-officio lembaga pemerintah dan non-pemerintah setingkat eselon 1, yaitu dari Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bank Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, PP Muhammadiyah, PB Nahdatul Ulama dan Ikatan Akuntan Indonesia; serta sembilan tokoh, ulama dan akademisi yang mewakili unsur masyarakat dari berbagai disiplin keilmuan dan latar belakang keahlian.
Komite yang dibentuk oleh OJK ini terdiri dari tokoh nasional sebagai wakil ex-officio lembaga yaitu: Din Sjamsuddin (KetuaUmum MUI dan PP Muhammadiyah), Said Aqil Siradj (Ketua Umum Pengurus Harian Tanfidziyah PB NU), Nasaruddin Umar (Wakil Menteri Agama), Mualimin (Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham), Andin Hadiyanto (Kepala BKF Kemenkeu), Halim Alamsyah (Deputi Gubernur BI), KH Maruf Amin (Ketua BPH DSN-MUI), M. Jusuf Wibisana (Ketua DSAK Syariah IAI) dan sejumlah tokoh perseorangan di bidang ekonomi dan syariah, yaitu Hendri Saparini, Muhammad Syafii Antonio, Komaruddin Hidayat, dan lain-lain.
KPJKS memiliki fungsi pokok memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan yang bersifat strategis dan operasional di bidang pengembangan sektor jasa keuangan syariah kepada OJK dan lembaga pemerintah dan non-pemerintah terkait. Muliaman menjelaskan bahwa saat ini OJK sedang intensif menyusun master plan pengembangan sektor jasa keuangan syariah yang akan menjadi roadmap dan strategi pengembangan ke depan, dan mempercepat penyempurnaan berbagai regulasi dan sistem pengawasan yang efektif untuk industri jasa keuangan syariah, mendorong pengembang infrastruktur dan jasa pendukung, serta secara kontinu melakukan program edukasi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan literasi masyarakat terhadap jasa keuangan syariah.
”Kita menyadari bahwa menumbuhkembangkan industri jasa keuangan syariah menjadi usaha yang berdaya saing, memiliki ketahanan dan dapat berkontribusi secara optimal dalam pembangunan ekonomi nasional memerlukan koordinasi dan kerjasama yang efektif antar berbagai lembaga pemerintah dan non-pemerintah terkait,” kata Muliaman.
Sampai Mei 2014 total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 250,55 triliun, aset asuransi syariah Rp 19,26 triliun, aset pembiayaan syariah sampai dengan Juni 2014 Rp 23,49 triliun, saham syariah sampai dengan Juli 2014 Rp 2.955, 79 triliun, sukuk korporasi sampai dengan Juli 2014 Rp 6,96 triliun, reksa dana syariah sampai dengan Juli 2014 Rp 9,51 triliun, dan Sukuk Negara sampai dengan Juli 2014 Rp 179,10 triliun.

