Tak hanya mengenai layanan, tantangan yang dihadapi juga meliputi SDM dan ketersediaan data yang memadai.

“Perbankan syariah Indonesia fokus sebagai bank ritel, tetapi masyarakat yang tidak memahami keuangan syariah masih 87 persen. Ini tantangan industri keuangan syariah di emerging markets,” katanya di World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12, beberapa waktu lalu.
Selain itu, lanjut dia, tantangan berikutnya terkait isu-isu tradisional lembaga keuangan syariah seperti layanan customer service, biaya dan alasan agama. Menurutnya, faktor-faktor tersebut turut menentukan apakah masyarakat mau bertransaksi menggunakan layanan jasa lembaga keuangan syariah.
Tantangan lainnya adalah sumber daya manusia. Mustafa pun menyarankan agar lembaga keuangan syariah dapat lebih agresif membuka kesempatan magang, agar lulusan program studi ekonomi syariah dapat sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan industri. “Pemerintah harus memulai dari pendidikan, dengan itu maka akan menunjukkan potensi keuangan syariah Indonesia,” paparnya.
Di sisi lain, pihaknya juga masih menghadapi tantangan dalam menemukan data terkait lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). “Harapan saya perlu ada lebih transparansi soal data. Hal sama pula seperti dana haji, wakaf dan zakat, kami tahu potensinya lebih besar dari yang ada. Kami harap ke depannya bisa ada lebih banyak data soal itu,” pungkas Mustafa.

