Isu radikalisme dianggap hanya untuk menyudutkan umat Islam.
Kami semua berharap kabinet jilid 2 Jokowi-Makruf, ini memperbaiki kinerjanya di periode 1. Harapan itu di antaranya adalah terkait isu radikalisme. Isu radikalisme, jangan menyudutkan dan menyakitkan umat Islam dan jangan ceroboh bicara radikalisme. Karena, radikalisme yang dimaksud juga tidak jelas batasannya. Tapi, ada kesan, diarahkan ke umat Islam.
Hal ini adalah salah satu hal yang dibahas dalam Diskusi “Arah Demokrasi di Tangan Kepemerintahan Jokowi Jilid II” di Auditorium Institut STIAMI Pusat, Jl. Pangkalan Asem Raya No.55, Jakarta Pusat, hari ini (28/10).
Hadir sebagai pembicara disksusi ini adalah: Dr. Taufan Maulamin, SE., Ak., MM, (Direktur Pascasarjana Institut STIAMI), Rommy Edward Pryambada, SS., M.Ikom, (Pemerhati Komunikasi Politik Institut STIAMI), Dr. Bambang Istian, HP., M.Si, (Direktur Eksekutif of Public Policy Studies), dan Dedy Kusna Utama, S.Sos., MA, (Direktur Vokasi Institut STIAMI).
Hal lainnya, kenyataanya, kinerja ekonomi akan menjadi tolok ukur keberhasilan kabinet 100 hari, itu untuk menteri-menteri di jajaran ekonomi tentunya. Di luar ekonomi,menjadi perhatian juga adalah kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) harus memperkuat moral dan etika serta akhkal semua insan pendidikan.
Di bidang hukum, dengan menyeruaknya aneka kasus yang tidak selesai, maka keadilan dan penegakkan hukum perlu diprioritaskan. Salah satunya adalah kematian mahasiswa saat rangkaian aksi demonstrasi akhir September lalu. Sampai saat ini tidak pernah selesai kasusnya.
Salah satu pembicara, Bambang Istianto menyoroti khusus perihal demokrasi dan penerapannya di Indonesia. Jika sistem demokrasi tetap menjadi pilihan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan maka ke depan menjadi tanggung jawab pemimpin pemerintahan dan kepala negara untuk melanjutkan sistem demokrasi tersebut. Menurutnya, Pertanyaan pentingnya sejauhmana pemerintahan dibawah kepemimpinan Joko Widodo tetap komitmen dan konsisten menjaga marwah demokrasi?
“Mencermati hasil pesta demokrasi pilpres yang lalu menjadi telah terjadi ketidakseimbangan kekuatan politik dalam penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun kedepan” kata Bambang dalam presentasinya. Artinya dukunngan politik terhadap kepemimpinan pemerintahan Joko Widodo jilid II sangat powerfull.
Praktis yang berada diluar pemerintahan hanya dua partai politik yang telah menyatakan dengan tegas sebagai oposisi yaitu PKS dan PAN. Sedang partai Demokrat belum mendeklair sebagai partai oposisi. Dalam teori politik jika ceck and balance power lemah maka potensi “abuse of power akan mudah terjadi”.
Seperti dalam dalil Lord Acton “power tends to corupt but absolutelly power to corupt. “Trend fenomena dalam penyelenggaraan pemerintahan terjadi abuse of power sudah tampak. Untuk itu selamat datang otoritarianisme dalam sistem politik dan pemerintahan lima tahun kedepan”, kata Bambang menegaskan.


