Sukses menggelar pertunjukan Wayang Jurnalis pertama yang mengangkat judul “Wahyu Cakraningrat”, kini Galeri Indonesia Kaya mempersembahkan pertunjukan kedua Wayang Jurnalis bertajuk Petruk Nagih Janji yang sebagian besar pemainnya adalah jurnalis.

“Djarum Apresiasi Budaya memiliki misi untuk secara konsisten menularkan ‘Cinta Budaya, Cinta Indonesia’ kepada masyarakat luas. Dengan suksesnya wayang jurnalis produksi pertama dan hadirnya produksi kedua, saya melihat jurnalis memiliki cinta untuk melestarikan budaya bahkan memiliki potensi sebagai pelaku budaya. Saya bangga dengan semakin meningkatnya jumlah jurnalis yang tertarik dan terlibat di wayang jurnalis ini, dimana hampir 95 persen para pemainnya adalah jurnalis. Dan pada produksi ini saya ikut terlibat menjadi Dewi Kunthi dan saya sangat senang dapat tampil bersama para jurnalis mempersembahkan pertunjukan budaya. Pementasan ini juga semakin segar serta menghibur dengan hadirnya Dwi Sasono dan Iwet Ramadhan yang akan memberikan warna tersendiri,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Petruk Nagih Janji menceritakan kisah Petruk, sang punakawan dalam dunia wayang. Nasionalisme Petruk terketuk untuk melakukan operasi bela negara yang diberi sandi “kuthuk cemani” ketika terjadi pemberontakan Prabu Pragola Manik. Ketika itu, Petruk dengan gagah berani maju ke medan laga dan berhasil memadamkan pemberontakan dan berhak atas seorang puteri Prabu Kresna yang bernama Prantawati sebagai hadiah. Namun karena puteri tersebut masih belum dewasa, Petruk diminta untuk bersabar menunggu.
Pertunjukan ini dimulai dengan kabar buruk bagi Petruk yang menerima berita bahwa tunangannya yang bernama Dewi Prantawati, putri dari Prabu Kresna, akan dinikahkan dengan Lesmana Mandrakumara, pangeran dari Astina. Petruk teringat perjuangannya dulu ketika menumpas pemberontakan Prabu Pergola Manik.
Kekecewaan hatinya membuat Petruk berani menolak ketika junjungannya Pandawa mengajaknya menghadiri perhelatan ke Dwarawati. Arjuna bahkan sempat memarahinya bahkan mengancam akan membunuhnya. Hal tersebut membuat Petruk akhirnya melarikan diri dan di dalam kebingunganya Petruk lalu bertapa di hutan untuk memohon petunjuk para dewata. Dengan bantuan ayahnya, Gandarwa Raja, Petruk pun diubah wujudnya menjadi ksatria tampan bernama Bambang Sukma Nglembara.
Sementara itu Dewi Prantawati sangat bersedih karena akan dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara, pria yang tidak dicintainya. Dalam kagalaunnya itu tiba-tiba ada seorang ksatria tampan menyusup ke taman, dan dia adalah Bambang Sukma Nglembara si pencuri cinta. Prantawatipun menyambutnya dengan tangan terbuka dan keduanya bersumpah akan sehidup semati yang berkahir dengan bertukar cendera cinta berupa cincin.
Di Kerajaan Dwarawati persiapan pesta pernikahan Prantawati dan Lesmana tengah digelar. Mempelai pria sudah datang. Tiba-tiba dayang-dayang istana melaporkan bahwa ada penyusup di taman Kerajaan Dwarawati. Kurawa dan Pandawa bersama- sama berusaha menangkap si pencuri cinta. Namun Ksatria Pandawa dan Kurawa tidak mampu menghadapi kesaktian Bambang Sukma Nglembara.
Atas bantuan Bagong dan Gareng, si pencuri cinta akhirnya tertangkap dan ternyata Bambang Sukma Nglembara adalah Petruk. Petruk menjelaskan bahwa semua ini ia lakukan karena ingin mengingatkan janji Prabu Kresna sewaktu Petruk bisa mengalahkan Prabu Pragola Manik untuk menikahkan dirinya dengan puterinya Dewi Prantawati sebagai hadiah. Janji seorang pemimpin harus ditepati agar bisa menjaga kewibawaan dan martabat seseorang tidak boleh ingkar janji.
Pada akhirnya, Prabu Kresna tetap menepati janjinya untuk menikahkan Petruk dengan Dewi Prantawati, namun keputusan ada di tangan Dewi Prantawati. Kemudian datang Dewi Prantawati, dan Prabu Kresna menjelaskan bahwa Dewi Prantawati harus menikah dengan Petruk. Dewi Prantawati menolak menikah dengan Petruk, karena ia hanya ingin menikah dengan orang yang memberikan cincin tanda cinta kepada Dewi Prantawati. Namun Dewi Prantawati sangat terkejut setelah mengetahui jika yang memakai cincin tanda cintanya adalah Petruk. Akhirnya Dewi Prantawati menerima Petruk apa adanya.
“Bangga rasanya kembali terlibat dalam wayang jurnalis. Bagi saya wayang jurnalis merupakan program yang mampu memberikan warna baru bagi profesi jurnalis. Juga memperlihatkan secara nyata proses seni pertunjukan wayang orang. Saya berharap wayang jurnalis akan selalu hadir mempersembahkan seni pertunjukan dan memberikan peluang bagi para jurnalis agar bisa berkontribusi dalam pelestarian budaya,” ujar Dwi Sutarjantono yang merupakan pemain Wayang Jurnalis.
Bagi Wayang Orang Bharata, pementasan pementasan Wayang Jurnalis yang kedua ini adalah sebagai wujud apresiasi jurnalis dalam partisipasinya melestarikan dan mengembangkan seni wayang orang sesuai dengan karakter para jurnalis yang komunikatif, kreatif dan kritis.
“Antusiasme dan semangat jurnalis sejak wayang jurnalis pertama dan kedua sungguh besar. Mulai dari proses pengenalan tokoh, hingga latihan menari, semua jurnalis tampak serius mempelajari pakem wayang orang. Saya berharap program wayang jurnalis dapat terus berjalan karena jurnalis juga merupakan penyambung pelestarian budaya,” ujar Kenthus Ampiranto yang menjadi sutradara dalam pementasan ini.
Para jurnalis yang terlibat di Wayang Jurnalis kedua ini adalah mulai dari pemimpin redaksi, managing editor, hingga reporter dari lintas media antara lain KOMPAS, Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Wanita Indonesia, Cosmopolitan, Kartini, dan lain-lain. Selama proses latihan seluruh jurnalis menunjukkan semangat yang besar untuk mempersembahkan yang terbaik bagi pertunjukan Wayang Jurnalis ‘Petruk Nagih Janji’.

