Ketua Tim 11 Ulama Alumni 212 Misbahul Anam mengatakan ada tujuh klarifikasi terkait pertemuan dengan Presiden Jokowi pada Minggu (22/4/2018) lalu.
Pertama, pertemuan tersebut adalah pertemuan yang bersifat tertutup dan tidak dipublikasikan, bahkan tidak ada wartawan istana yang menyaksikan.
“Kedua, pertemuan tersebut bertujuan untuk menyampaikan informasi akurat terkait dengan kasus-kasus kriminalisasi para ulama dan aktivis 212,” kata Misbahul dalam konferensi pers di Restoran Larazeta, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (25/4/2018).
Pria yang tergabung dalam Persaudaraan Alumni 212 ini pun menuturkan, yang ketiga pertemuan tersebut diharapkan agar Presiden mengambil kebijakan menghentikan kriminalisasi ulama dan aktivis 212.
Selain itu juga mengembalikan hak-hak para ulama dan aktivis 212 korban kriminalisasi sebagai warga Negara.
“Keempat, para ulama dari Tim 11 yang hadir telah menyampaikan berbagai harapan dan penjelasan terkait masalah kriminalisasi ulama dan aktivis 212, secara lugas dan apa adanya, walaupun tetap dengan cara yang santun sebagai tugas amar makruf nahi mungkar kepada Presiden, bahkan termasuk dalam kategori yang disebut dalam hadits Nabi Saw,” tuturnya.
“Ketahuilah, jihad yang paling utama adalah mengatakan kata-kata yang benar yang di depan penguasa,” tambahnya.
Lalu yang kelima, menyesalkan bocornya foto dan berita tersebut yang ditengarai adanya pihak ketiga yang ingin mengadu domba antara Presiden dan Ulama serta Umat islam.
“Yang keenam meminta Istana mengusut tuntas bocornya foto dan berita tersebut sebagai kelalaian aparat istana yang tidak bisa menjaga rahasia Negara,” bebernya lagi.
Kemudian, para ulama dan aktivis 212 yang bertemu dengan Presiden tetap istiqomah dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan, serta melaksanakan amar makruf nahi mungkar.
“Tetap mendesak Presiden untuk segera menghentikan kebijakan kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis 212,” tandasnya.

