Muslim India

Konflik Agama di India, FPI, GNPF-U, dan PA212 Serukan Demo ke Kedutaan India, 6 Maret 2020

[sc name="adsensepostbottom"]

Menyerukan Umat Islam Indonesia untuk ikut membela Muslim India dengan melakukan aksi protes ke Kedutaan Besar India di Jakarta pada hari Jumat, tanggal 6 Maret 2020.

Kelompok 212 yang bisa diwakili oleh Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF-U), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 mengajak umat Islam dunia untuk bangkit melawan kzaliman pemerintah India terhadap umat Muslim India.

Hal ini disampaikan melalui siaran pers bertanggal 28 Februari 2020/ 4 Rajab 1441 yang ditandatangani oleh Ketua Umum FPI, KH. Ahmad Shobri Lubis,  Ketua Umum GNPF-U, Ust.Yusuf M Martak, dan Ketua Umum PA 212, Ust. Slamet Maarif. Berikut di bawah, keterangan pers lengkapnya.

Telah beredar luas berbagai berita mengenai berbagai tindakan kekerasan terhadap umat Islam di seluruh India, mulai dari Jammu Kashmir di utara hingga Tamil Nadu di Selatan, Gujarat di Barat hingga Assam di bagian timur India.

Kelompok Hindu ekstrimis radikalis India melakukan perusakan, pembakaran dan penghancuran terhadap mesjid mesjid bahkan Al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam. Kekerasan tersebut jelas disponsori oleh negara India yang saat ini dikuasai oleh kelompok Hindu radikalis ekstrimis.

Salah satu kelompok radikalis ekstrimis yang mendapat perlindungan negara India adalah bernama, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Yang bertujuan untuk menjadikan India sebagai negara Hindu. Kelompok ini adalah merupakan elemen ideologis dari Bharatiya Janata Party (BJP).

Partai ini dipimpin oleh Narendra Modi, yang juga merupakan Perdana Menteri India. Selain itu juga terdapat kelompok yang menamakan diri Bajrang Dal dan Vishwa Hindu Parishad (VHP), yang menargetkan umat Islam sebagai sasaran tindakan kekerasan dari ketiga kelompok Hindu radikal ekstrimis tersebut.

Salah satu bentuk sponsor lain dari negara India adalah dengan menerbitkan Undang Undang yang sangat diskriminatif terhadap umat Islam. Substansi utama dari UU kewarganegaraan yang sangat diskriminatif tersebut adalah Imigran yang beragama Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi dan Kristen yang datang ke India sebelum tahun 2015 berasal dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan tidak diperlakukan sebagai penduduk Ilegal.

UU ini sama sekali tidak menyebutkan imgran yang beragama Islam untuk mendapat perlakuan yang sama. Eskalasi kekerasan makin meningkat setelah UU Kewarganegaraan tersebut disahkan pada Desember 2019 lalu. UU tersebut dijadikan oleh kelompok radikal ekstrimis hindu India sebagai alasan melakukan tindakan preskusi terhadap umat Islam dengan cara menuduh umat Islam India sebagai Imigran Ilegal. Sehingga tindakan pembunuhan, penangkapan dan pengusiran umat Islam termasuk didalamnya adalah perusakan dan pembakaran mesjid serta Al Qur’an.

[bctt tweet=”Kekerasan jelas disponsori oleh negara India yang saat ini dikuasai oleh kelompok Hindu radikalis ekstrimis” username=”my_sharing”]

Atas berbagai peristiwa tersebut Front Pembela Islam, PA 212 dan GNPF Ulama menyatakan dan menyerukan:

  1. Mengutuk keras dan mengecam berbagai tindakan kekerasan dan presekusi yang dilakukan oleh kelompok Hindu Radikalis Ekstrimis dan penguasa India terhadap Umat Islam India.
  2. Mendesak Pemerintah India untuk mencabut UU Kewarganegaraan yang telah digunakan oleh kelompok Hindu radikalis ekstrimis India sebagai instrumen untuk melakukan berbagai tindakan presekusi terhadap umat Islam India.
  3. Mendesak Pemerintah India untuk segera menghentikan berbagai tindakan persekusi terhadap Umat Islam India.
  4. Mendesak Pemerintah India untuk segera menangkap para pelaku persekusi termasuk di dalamnya pimpinan kelompok radikalis ekstrimis yang mensponsori berbagai tindak kekerasan.
  5. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah politik terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh kelompok Hindu Radikalis Ekstrimis dan Intoleran di India.
  6. Menyerukan Umat Islam Indonesia untuk melakukan aksi protes ke Kedutaan Besar India di Jakarta pada hari Jumat, tanggal 6 Maret 2020.

Demikian pernyataan dan seruan ini kami sampaikan.