Membangun Kebersamaan Majukan Ekonomi Syariah

[sc name="adsensepostbottom"]

Pembangun ekonomi syariah dengan pemberdayaan pesantren diperlukan virus kebersamaan. Niscaya akan menumbuhkan wirausahawan santri yang sukses.

Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur. KH. Hasan Abdullah Salal.
Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur. KH. Hasan Abdullah Salal.

Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, Jawa Timur, KH. Hasan Hasubullah Salal menyayangkan tumbuhnya penyakit zaman ini adalah hilangnya virus-virus kebersamaan. “Zaman ini bukan fiodalisme, tapi membangun kebersamaan. Insya Allah virus kebersamaan di pesantren tidak akan hilang,” kata Hasan dalam Bincang Nasional bertajuk “Sinergi Nasional Pengembangan Ekonomi Syariah Melalui Pemberdayaan Pesantren,” di Jakarta, Senin (30/3).

Menurutnya, hilangnya virus kebersamaan ini memunculkan kasta-kasta modern yang memperkuat perbedaan jabatan atau profesi seseorang. Seperti adanya gelar profesor, dokter, dan sebagainya. “Kalau sudah ada gelar profesor tidak mau lagi ngajar ngaji alif-ba-ta-sa. Alasannya karena aku profesor!. Inilah egoisme kasta modern,” terang Hasan.

Lebih jauh ia menjelaskan, fiodalisme mengatakan aku adalah, tapi nabi saw mengatakan aku hanyalah. Maka, kita harus mengabdi kepada Allah SWT bersama manusia untuk manusia, sehingga kita tidak dikuasai oleh duniawi.

Apalagi, menurutnya, zaman sekarang ini banyak ulama yang mengedepankan imbalan materi dalam berceramah. Untuk membentenginya, maka pondok pesantren harus didepan jangan dibelakang. ”Kita harus menghilangkan fiodalisme dan materialisme,” tegas Hasan.

Begitu pula dalam perdagangan atau wirausaha, Islam menganjurkan bahwa transaksi tidak boleh ada penipuan, riba, monopoli dan kezoliman. Inilah ciri Islam yang sakral, bagaimana cara bertransaksi yang barokah. Islam yang penting iklas, ridho dan berkah .

Lebih lanjut ia menjelaskan, yang memberi dan diberi iklas, begitu pula dalam mengajar atau ceramah. Ada iklas dengan iklas, ridho yang memberi, begitu pula yang diberi dan diajar juga ridho. Disanalah tumbuh barokah. ” Indonesia ini mungkin kurang barokah, karena iklas dan ridhonya juga tipis. Marilah kita bersama-sama pakai kendaraan iklas dan ridho untuk mencapai barokah bagi kita semua,” ujarnya.

Hasan juga berharap antar pesantren ada kerjasama yang sinergi dalam pemberdayaan santri di bidang ekonomi syariah. Jika pesantren belum punya perguruan tinggi bisa kerjasama dengan pesantren yang sudah memiliki perguruan tinggi. Seperti dalam pemberian training managemen dan lainnya.

Sehingga santri tidak hanya diberi modal, tapi juga didorong mengembangkan usahanya di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan bahkan mungkin penjadi pegawai negeri. ”Selain belajar ilmu agama, santri juga harus menjadi enterpreuner yang sukses,” kata Hasan.

Namun, tegasnya, karena bangsa ini lemah kontrolnya. Maka setelah sukses menjadi enterpreuneur, kontrol pun harus ditetapkan. Karena apalah guna training kalau kontrolnya belum ada. Sementara kalau di pondok pesantren kontrolnya dari berbagai penjuru, sedangkan ketika seseorang atau santri itu sukses menjadi pengusaha, pemerintah juga harus turut mengontrolnya.

Hasan juga berharap agar pemerintah dapat mengentaskan kekayaan. Menurutnya, Islam mengajarkan mengentaskan kekayaan dari neraka. Karena kalau kekayaan itu tidak diselamatkan, semua orang akan masuk neraka. Jika pemerintah dapat mengentaskan kekayaan, insya Allah tidak ada banjir, pancaroba, dan jalan tidak berlubang lagi. ”Yang kaya-kaya itu maling yang makan hak fakir miskin. Al Qur’an memerintahkan untuk mengentaskan kekayaan,” pungkasnya.