Mengapa Lindung Nilai Syariah Harus Ada?

[sc name="adsensepostbottom"]

Lindung nilai syariah menjadi hal penting untuk memitigasi risiko bisnis di lembaga keuangan syariah.

hedging syariah
Ilustrasi lindung nilai (hedging)

Anggota Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Jaih Mubarok, menilai lindung nilai syariah harus ada karena transaksi yang sekarang tidak mungkin bisa siap kalau tidak ada lindung nilai (hedging). Ia pun mengutip pernyataan Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Syariah Ikatan Akuntansi Indonesia, M Yusuf Wibisana, yang pernah menyebut “Kalau hedging tidak ada, maka bank syariah tidak bisa terbang”. Hal tersebut menunjukkan diperlukannya hedging.

Jaih menjelaskan hedging dilakukan karena adanya potensi risiko yang berupa kesenjangan antara apa yang kita miliki sekarang dengan apa yang dibutuhkan di masa mendatang dan potensi risiko yang berupa kebutuhan di masa datang baik karena bisnis, ibadah maupun kegiatan lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah. “Karena ada risiko di depan yang harus dihadapi, jadi bagaimana risiko ini bisa dimitigasi melalui hedging agar bisnis bisa berjalan baik” kata Jaih dalam Seminar Hedging Syariah: Apa, Mengapa, Bagaimana? di Islamic Banking and Finance Institute Universitas Trisakti, Kamis (21/5).

Ia tak menampik jika ada kekhawatiran bahwa hedging melekat erat dengan transaksi derivatif dan potensial digunakan untuk spekulasi. Untuk mencegah spekulasi dalam penggunaan hedging syariah, lanjut Jaih, setiap transaksi hedging pembelian valuta asing harus dibuktikan dengan kebutuhan nyatanya (underlying). Selain itu, perbedaannya dengan hedging konvensional adalah jika konvensional punya hak jual ke pihak lain, hedging syariah ada hak wa’d (janji). Baca: Fatwa Hedging Syariah Dorong Eksposur Perbankan Syariah

Jaih menjelaskan pihak yang berjanji untuk membeli tidak boleh menjual hak pelaksanaan wa’d-nya kepada pihak lain karena mata uang yang diperjualbelikan belum menjadi miliknya dan belum diserahterimakan. “Transaksi hedging merupakan cara lindung nilai, bukan instrumen investasi yang dapat diperjualbelikan,” cetus Jaih. Baca: Hedging Syariah Kelola Nilai Tukar Musim Haji

Sementara, Advisor Bursa Berjangka Jakarta, Andam Dewi, mengatakan untuk keperluan hedging dapat pula menggunakan komoditi syariah. Walau awalnya komoditi syariah untuk pembiayaan, tapi sebenarnya komoditi syariah fleksibel untuk memenuhi berbagai kebutuhan bank syariah. Bentuknya bisa berupa pinjaman antar bank syariah dalam pasar uang antar bank syariah, pembiayaan ritel dan keperluan hedging. “Fatwa 82 DSN MUI dan Peraturan Tata Tertib Bursa dapat mengakomodir penggunaan komoditi syariah sebagai underlying transaksi untuk tujuan hedging,” ujar Andam.

Pada 2011 DSN MUI mengeluarkan Fatwa No 82 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi. Melengkapi fatwa tersebut di tahun ini DSN MUI pun menerbitkan Fatwa No 96 Tahun 2015 tentang Transaksi Lindung Nilai atas Nilai Tukar yang diantaranya memuat mekanisme transaksi lindung nilai dengan ‘aqd al-tahawwuth bi al-sil’ah, dimana Bursa Berjangka Jakarta dapat memfasilitasi lembaga keuangan syariah untuk melakukan transaksi atas sil’ah di Bursa.