Menjaga Asa Kemandirian Bersama Indonesia Berdaya

[sc name="adsensepostbottom"]

Gerakan Indonesia Berdaya telah memiliki lahan pertanian seluas 10 hektare di Subang.

imageMenurut Direktur Institute Global for Justice, Salamuddin Daeng, tanah Indonesia sudah bukan milik pribumi lagi. Sebagian besar lahan dan kekayaan negeri ini telah dikuasai asing. Sekitar 42 juta hektare untuk pertambangan mineral dan batubara, 95 juta hektare untuk minyak dan gas bumi, 32 juta hektar untuk kehutanan, dan 9 juta hektare perkebunan sawit telah dikuasai asing.

Fakta itu pun segera direspon Dompet Dhuafa beserta puluhan tokoh motivator, pengusaha, artis, dan penulis melalui Gerakan Indonesia Berdaya yang bertujuan untuk menyelamatkan lahan produktif di Indonesia. Kini, Gerakan Indonesia Berdaya telah memiliki lahan pertanian seluas 10 hektare di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di lahan itu, tertanam buah naga, buah jambu kristal dan juga peternakan kambing yang semuanya dikelola petani dan peternak lokal.

“Model pengelolaan lahan Indonesia Berdaya di Cirangkong ini adalah integrated farming(pertanian dan peternakan), sehingga tidak ada limbah yang terbuang,” ungkap Direktur Program Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan saat acara Carevisit di Desa Cirangkong bersama para penggagas Indonesia Berdaya dan donatur Dompet Dhuafa, Sabtu (13/2).

Imam menambahkan, di lahan tersebut pola pertanian akan terjadi dalam satu siklus biologi (integrated bio cycle farming). Limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kompos. Kotoran ternak pun dapat digunakan untuk pupuk tanaman. Klaster pertanian ini merupakan kemitraan usaha berbasis komunitas petani di sekitar lahan. Para petani penggarap lahan berasal dari masyarakat lokal sekitar.

Selain itu, manfaat lainnya adalah menjadikan usaha pertanian dan peternakan juga sebagai pusat wisata dan edukasi pertanian (agrowisata). “Dengan pembelian lahan ini paling tidak akan memiliki dua imbas. Pertama adalah menyelamatkan lahan produktif dari tangan asing dan yang kedua adalah memberdayakan masyarakat sekitar melalui pemanfaatan lahan tersebut,” papar Imam.

Di sisi lain, Camat Cijambe Wawan Saefulloh mengharapkan buah nanas juga dapat lebih didorong sebagai industri buah lokal maupun pasar internasional, selain industri buah naga.

“Saat ini buah nanas hanya diproduksi dalam bentuk olahan dan hanya sedikit dalam bentuk buah segar. Selain sebagai ikon kota Subang, nanas dapat menjadi tambahan perekonomian bagi masyarakat Desa Cirangkong maupun Subang pada umumnya,” jelas Wawan.