Setiap penceramah yang akan ditayangkan di televisi harus memenuhi standarlisasi.
Penceramah di televisi mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait dengan masih adanya penceramah yang kurang kompeten dalam menyebarkan agama Islam melalui siaran televisi.
Apalagi, belum lama ini ada penceramah yang salah dalam menuliskan ayat suci Al Quran di salah satu program dakwah televisi nasional.
MUI Pusat pun mengundang beberapa stasiun televisi ke Kantor MUI Pusat, Jalan Proklamasi No.52, Menteng, Jakarta, pada Rabu (13/12) kemarin. Dalam rapat tersebut hadir pula perwakilan Kementerian Agama (Kemenag) dan juga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengatakan, setelah melakukan rapat koordinasi tersebut akhirnya, ke depannya setiap penceramah yang akan ditayangkan ditelevisi diharuskan untuk memenuhi stabdarisasi dulu.
“MUI dengan KPI dan Kemenag akan melakukan penjaminan terhadap mutu, kualifikasi dan kompetesi da’i dan isi siarannya,” kata Cholil saat ditemui di Kantor MUI Pusat, Jumat, Kamis (14/12).
Untuk menerapkan stadarisasi da’i tersebut, MUI akan bekerjasama dengan Kemenag dan KPI. Karena, menurut Cholil, sejatinya program religi yang ditayangkan televisi sangat kompleks. “Kalau regulasi tentu Kemenag. Tapi yang menilai benar dan tidak benar itu kewenangan MUI. Nanti akan bekerjasama KPI Kemenag dan MUI. Ketika berkaitan dengan penyiaran itu kewenanganya KPI,” jelasnya.
Sekjen Bimas Islam Kemenag, Tarmidzi Tohor mengatakan, bahwa tujuan semua penceramah pada intinya semua baik, yaitu ingin memberikan penerangan agama kepada masyarakat. Namun menurut dia, masalah agama sangat sensitif.
Dirinya menilai perlu adanya regulasi yang mengatur para penceramah untuk tayang di televisi. “Perlu pengaturan dalam penyiaran agama melalui televisi sehingga tujuan bisa tercapai. Bukan sebaliknya siaran menambah orang sesat dan bertengar dalam berbertengar dalam beragama,” pungkas Tarmidzi.

