MUI : Dari 60 Aliran Sesat, 7 Sudah Difatwakan

[sc name="adsensepostbottom"]

Diindikasi aliran sesat  karena memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria aliran sesat.

Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian (PP) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rida HR Salamah mengatakan, di Indonesia ada banyak sekali yang terindikasi aliran sesat. Berdasarkan data Komisi PP MUI, ada sebanyak 60 aliran yang terindikasi sesat setelah dilakukan penelitian.

“Ada sekitar 60 aliran yang terindikasi sesat dan sudah diteliti. Ada tujuh aliran yang difatwakan sesat,” kata Rida  usai Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Sinergitas Penanganan, Pengawasan, dan Pembinaan Aliran Keagamaan di Indonesia, di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (26/10).

Namun demikian, Rida belum mau menyebutkan nama-nama aliran yang telah difatwakan sesat itu. Dirinya hanya mengatakan, sebanyak 60 aliran yang terindikasi sesat itu, umumnya telah dibina. Menurutnya, suatu aliran difatwakan sesat setelah ada yang bertanya ke MUI. Kemudian MUI mengeluarkan fatwa.

Dijelaskan lebih lanjut, diindikasi aliran sesat  karena mereka memenuhi salah satu dari sepuluh kriteria aliran sesat menurut parameter yang dibuat MUI. “Misalnya mereka mengatakan ada nabi setelah Rasulullah SAW dan mengkafirkan Muslim lain,” kata Rida.

Disampaikan dia, Komisi PP MUI melakukan penelitian serta pengkajian pemikiran dan ajaran terhadap sebuah kelompok. Adapun cara penelitian dan pengkajiannya mengikuti SOP yang baku, yakni sebanyak 12 tahap yang harus dilakukan.

Menurutnya, Komisi PP MUI tidak serta merta mengatakan suatu aliran sesat atau tidak sesat. Dilakukan juga observasi terlibat dan observasi partisipatori.

“Kita ikut sebagai penganutnya, turut dalam pengajiannya, kita jadi tahu bahwa di situ ternyata mengajinya dengan cara ini dan itu kita menjadi tahu,” ungkap Rida.

Dijelaskan dia,  ada tiga tipe penanganan aliran sesat, pertama ruju’ilal haqq dan berhasil. Kedua ruju’ilal haqq tetapi belum tuntas sosialisasinya sehingga di daerah grass root-nya masih ada yang melakukan praktik keagamaan menyimpang. Ketiga, karena mereka menolak ruju’ilal haqq, maka kita lanjutkan proses fatwa, hingga fatwa kemudian diterbitkan.