Majelis Ulama Indonesia (MUI) menghimbau pemerintah melindungi rakyatnya dari dampak pembakaran hutan. MUI berherap pemerintah menangkap otak intelektualnya, yakni pemilik modal.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri Muhyidin Junaidi menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang peka dalam menyikapi tragedi pembakaran hutan dan kabut asap. Padahal, menurutnya, kalau mau dicari siapa yang ada dibalik semua itu adalah pemilik modal.
“Jangan yang ditangkapin kroco-kroconya. Tangkapin itu Sinarmas Group, maaf saya sebutkan. Mereka adalah aktor-aktor intelektual yang melakukan pembakaran dengan berbagai alasan. Mereka mau biaya kecil, bakar saja, tapi untung besar. Itu tangkapi mereka bawa ke meja pengadilan,” kata Muhyidin kepada MySharing, di kantor MUI Pusat, Jakarta, belum lama ini.
Muhyidin menegaskan, sangat irinos total areal yang terbakar lebih kurang 42,644,37 hektar di beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Akibat kebakaran hutan, kabut asap yang ditimbukan menyebabkan gangguan di berbagai lini kehidupan masyarakat. Seperti kesehatan masyarakat terganggu hingga ada korban meninggal dunia karena terjangkit ISPA akibat kabut asap.
Selain itu, lanjut dia, pendidikan sekolah diliburkan pada saat kabut asap berada di tingkat yang berbahaya. Masyarakat juga dihimbau tidak bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan dan mengurangi kegiatan perdagangan atau roda ekonomi tidak berjalan maksimal. Kabut asap juga menganggu sarana perhubungan atau transportasi karena berkurangnya batas pandang maksimal. Banyak pelabuhan udara dan laut yang ditutup karena jarak pandang yang terbatas bisa berbahaya bagi penerbangan.
“Padahal hukum tertinggi sebuah negara adalah keselamatan rakyatnya yang dijabarkan dalam prambul UUD 45. Negara wajib melindungi rakyatnya dalam situasi apapun, termasuk kebakaran hutan dan kabut asap,” tegasnya.
Muhyidin menegaskan, kalau pada akhirnya pemerintah tidak berdaya mengatasi tragedi kebakaran dan kabut asap, lalu meminta bantuan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Menurutnya, sangat dipahami karena negara tersebut juga ikut andil dalam tragedi tersebut.” Ya wajar saja minta bantuan, kan investor dari negara itu ya harus ikut andil. Sayangnya pemerintah tidak bisa bersikap tegas menangkap aktor intelektual. Ya lagi-lagi karena gurita politik,” pungkasnya.

