MUI :Pernikahan Tidak Boleh Jadi Komoditas

[sc name="adsensepostbottom"]

Pernikahan tidak boleh direndahkan, apalagi dijadikan komoditas perdagangan kaum hawa.

Menanggapi situs Nikahsirri.com, yang mengandung konten pornografi dan perdagangan kaum hawa dengan layanan lelang perawan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan, bahwa pernikahan merupakan institusi sacral yang harus dijaga dan dipelihara.

“Pernikahan tidak boleh direndahkan dan dijadikan sebagai komoditas perdagangan semata. Jika hal tersebut terjadi, maka sama halnya merendahkan nilai-nilai kemanusiaan,” tegas Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi dalam keterangan resminya yang diterima MySharing, Selasa (26/9).

Zainut menjelaskan, tujuan pernikahan itu sangat luhur dan mulia untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan seks semata. Adapun hukum nikah siri, MUI menyatakan hukumnya sah, dengan catatan syarat dan rukun nikahnya terpenuhi. Rukun pernikanan dalam Islam antara lain, ada penganti laki-laki dan perempuan, wali, dua orang saksi laki-laki, mahar, serta ijab kabul. “Tetapi pernikahan tersebut bisa menjadi haram jika menimbulkan mudarat atau dampak negatif,” ungkap Zainut.

Selanjutnya, disampaikan dia, pernikahan siri seperti itu tidak memenuhi ketentuan perundangan-undangan, dan sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap istri dan anak yang dilahirkannya. Yakni terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah maupun   hak warisnya.

Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut menurut Zainut, seringkali menimbulkan sengketa. Sebab tuntutan akan sulit dipenuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah secara hukum. Maka, untuk menghindari kemudaratan, ulama sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi yang berwenang.

MUI, kata Zainut, menghimbau masyarakat agar menikah secara resmi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Meskipun nikah siri sah secara agama, namun tak memiliki kekuatan hukum. “Dengan tidak adanya kekuatan hukum, maka baik istri maupun anak berpotensi menderita kerugian akibat pernikahan tersebut,” pungkasnya.