Di tengah guncangan pelemahan nilai tukar rupiah, ternyata neraca perdagangan pada bulan Februari 2015 masih mengalami surplus. Menteri Perdagangan RI – Rachmat Gobel pun menyatakan tetap optimis bahwa surplus kinerja perdagangan dapat mendorong perbaikan kinerja perdagangan Indonesia untuk ke depannya.

“Neraca perdagangan bulan Februari 2015 mencatat surplus di tengah pelemahan rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS),” demikian ditegaskan Rachmat Gobel pada konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.
Menurut Rachmat, total ekspor bulan Februari 2015 mencapai USD 12,3 miliar (turun 16,0% YoY), sedangkan impornya mencapai USD 11,6 miliar (turun 16,2% YoY). Dengan demikian, terjadi surplus sebesar USD 738,3 juta.
Lebih lanjut dijelaskan Rachmat Gobel. surplus perdagangan bulan Februari 2015 didorong oleh neraca perdagangan nonmigas Februari 2015 yang surplus USD 564,2 juta dan neraca migas dengan surplus USD 174,1 juta. Meskipun ekspor nonmigas turun selama Januari-Februari 2015, ekspor ke beberapa negara meningkat. Di awal tahun 2015, ekspor nonmigas ke Swiss, Pakistan, dan Taiwan naik signifikan. Penguatan ekspor juga terjadi ke negara mitra utama seperti India, Malaysia, dan Vietnam.
Namun demikian, pelemahan ekspor bukan hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga dialami beberapa negara mitra dagang utama seperti Brasil (turun 19,3%) dan India (turun 13%).
Negara mitra dagang yang neraca perdagangannya dengan Indonesia menyumbang surplus terbesar selama bulan Februari 2015 antara lain India, AS, Belanda, Filipina, dan Swiss. Kelima negara mitra dagang tersebut menyumbang surplus sebesar USD 2,0 miliar. Sementara RRT, Thailand, Brasil, Australia, dan Kanada, memberikan kontribusi terbesar pada defisit nonmigas yang jumlahnya mencapai USD 4,7 miliar.
Rachmat melanjutkan, pada Februari 2015, total nilai ekspor mencapai USD 12,3 miliar, menurun 8% dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun kinerja ekspor nonmigas mengalami penurunan selama Januari-Februari 2015, ekspor ke beberapa negara mengalami peningkatan yang menggembirakan seperti ke Swiss naik lebih dari 40 kali lipat, Pakistan naik 47,7% YoY, Taiwan (17,9%), India (17,6%), Arab Saudi (15,6%), Vietnam (6,4%), dan Malaysia (5,7%).
Selama tahun 2015, AS merupakan negara tujuan ekspor nonmigas terbesar dengan pangsa hampir 10% dari total ekspor nonmigas Januari-Februari 2015. Pencapaian tersebut didukung oleh keberhasilan Indonesia menjadi penguasa pasar ekspor udang di AS dengan pangsa 23%, mengalahkan India, Ekuador, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Menurut Rachmat Gobel, meski banyak komoditas di sektor migas, pertambangan, dan industri yang mengalami pelemahan, ekspor sektor pertanian justru mengalami peningkatan pada Januari-Februari 2015. Ekspor sektor pertanian pada Januari-Februari 2015 menunjukkan kenaikan 2,4% YoY menjadi USD 0,9 miliar. Sektor pertanian yang naik signifikan antara lain kopi, teh, dan rempah-rempah (naik 41,9%), bahan-bahan nabati (naik 84,1%), serta pohon hidup dan bunga potong (naik 16,0%). “Sektor pertanian masih menjadi unggulan ekspor di tengah melemahnya ekspor sektor lainnya,” jelas Mendag.
Rachmat Gobel lalu menjelaskan kinerja impor juga ikut turun. Pada Februari 2015, total nilai impor mencapai USD 11,6 miliar, menurun 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat USD 13,8 miliar.
“Secara kumulatif, total impor hingga Februari mencapai USD 24,2 miliar atau turun 15,8% YoY, terdiri atas impor migas USD 3,8 miliar (turun 45,3%), dan impor nonmigas USD 20,3 miliar (turun 6,3%),” terang Rachmat Gobel. Struktur impor selama Januari-Februari 2015 masih didominasi bahan baku/penolong sebesar 76,1% (turun 15,9% YoY).
Beberapa komoditas bahan baku/penolong yang nilai impornya turun antara lain bahan kimia organik, benda-benda dari besi baja, serta plastik dan barang dari plastik. Sementara itu, pangsa impor barang modal mengalami penurunan menjadi 17,3%. Barang modal yang impornya mengalami penurunan antara lain mesin/peralatn listrik, mesin/pesawat mekanik, serta kendaraan dan bagiannya. Sedangkan pangsa impor barang konsumsi tercatat sebesar 6,7%, dan nilainya mengalami penurunan sebesar 14,6% (YoY). Barang konsumsi yang impornya turun signifikan antara lain daging hewan, susu, mentega, telur, dan buah-buahan.
“Berdasarkan negara asal impor, sebagian besar impor dari negara mitra dagang utama mengalami penurunan, antara lain dari Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. Barang dari Singapura yang impornya turun antara lain mesin/peralatan listrik, mesin/pesawat mekanik, serta plastik dan barang dari plastik. Sedangkan barang dari Malaysia yang impornya turun antara lain plastik dan barang dari plastik, mesin/pesawat mekanik, dan mesin/peralatan listrik. Sementara itu, barang dari Korea Selatan yang impornya turun antara lain besi dan baja, mesin/peralatan listrik, dan plastik dan barang dari plastic,” demikian Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.

