Pelacuran Anak Kian Mengkhawatirkan

Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)tidak pernah berhenti,malah kian banyak terjadi karena permintaannya juga banyak.

ECPAT Indonesia bersama Universitas Binus Research Center Culture and tourism dan KOMPAK Jakarta yang juga didukung oleh ECPAT International dan kemendiknas menyelenggarakan seminar bertajuk #iamaresponsibletraveler”, sebuah seminar tentang situasi Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di destinasi tujuan wisata. Seminar ini dilaksanakan di Universitas BINUS kampus Anggrek-Jakarta, yang dihadiri sekitar 600 orang mahasiswa dan remaja di Jakarta. Anak dan Orang muda seperti para mahasiswa-mahasiswa perlu memahami situasi ini agar dapat terhindar menjadi korban dan bisa mengambil perannya dalam menanggulangi ESKA.

Seminar ini dilakukan dalam rangka launching hasil Global Study ECPAT International mengenai penelitian 2 tahun terakhir tentang situasi ESKA di destinasi tujuan wisata, di 15 negara dari 9 wilayah regional dengan melibatkan 42 paper dari tim ahli, 9 kali konsultasi dengan stakeholder terkait dan 10 kali konsultasi dengan kelompok orang muda. Thomas Muller, deputi eksekutif direktur pengembangan jaringan ECPAT International menyampaikan dari hasil studi ini didapatkan bahwa trend eksploitasi seksual komersial anak secara global semakin meningkat seiring semakin mudahnya akses kunjungan wisata disetiap negara. Permasalahan ini juga diperbesar dengan akses teknologi yang saat ini memungkinkan bagi pelaku kejahatan seksual anak leluasa melancarkan kejahatannya. ECPAT International mengapresiasi upaya kerjasama ECPAT Indonesia dengan Universitas BINUS dalam seminar ini karena sektor akademisi memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi data dan penelitian tentang situasi-situasi seperti ini ke depannya.

Dr. Ahmad Sofian SH, MA, Kordinator Nasional ECPAT Indonesia sekaligus ketua peneliti ”global study” di Indonesia, menyatakan bahwa situasi ESKA ini tidak pernah berhenti, dan cenderung semakin meningkat karena permintaannya juga semakin luas. Gencarnya upaya penanganan pariwisata seks anak di kawasan asia merubah tujuan wisata seks anak di negara-negara asia dan menjadikan indonesia sebagai destinasi ke tiga terbesar di Asia sebagai tempat tujuan wisata seks anak. Hal ini dipicu lemahnya penanganan situasi ESKA ini serta rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat indonesia tentang situasi ini. Dari studi yang dilakukan ECPAT Indonesia bersama ECPAT International tercatat sekitar lima daerah pariwisata indonesia yang memiliki kasus ESKA terbesar antara lain Bali, Lombok, Batam, Jakarta dan Yogyakarta.

Diperlukan upaya dan peran dari seluruh sektor dunia pariwisata untuk membuka mata dan mengambil perannya dalam menanggulangi situasi ini. “Dalam dunia bisnis juga dikenal prinsip dunia bisnis dalam perlindungan anak, sudah semestinya pengusaha wisata dan travel menerapkan bisnis yang ramah bagi anak” ujar sofian yang juga merupakan staf pengajar di fakultas Hukum Bisnis-BINUS.

Dr. Vitria Ariani A. Par, PG, Dipl, M.SC, dalam paparannya menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi anak-anak yang dieskploitasi secara seksual di tempat-tempat wisata oleh wisatawan. Vitria yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Hotel managemen di Univ. Binus ini pernah melakukan studi terhadap situasi di Bogor dimana anak-anak merelakan dirinya untuk dikawini secara kontrak dengan bayaran 16 juta dengan wisatawan timur tengah. Setidaknya terdapat dua desa yang dikenal mempraktekan hal tersebut disana. Perilaku seperti ini dibiarkan saja oleh orangtua anak-anak tersebut. Ada satu kasus dimana seorang anak usia 16 tahun meninggal dikarenakan kawin kontrak dan orang tua menerima ganti rugi sebesar 100 juta. Sangat disayangkan sampai saat ini belum banyak pihak yang peduli dengan hal ini, ujarnya.

Kementerian pariwisata sebenarnya sudah menyadari dampak negatif dari perkembangan dunia pariwisata, oleh karena itu Kemenpar mengembangkan program sadar wisata yang saat ini sudah masuk ke 20 kota dan menjangkau lebih dari 1000 kelompok Sadar Wisata. Yabez L. Tosia, Kabid internalisasi dan Pengembangan Sadar Wisata KEMENPAR menyampaikan bahwa telah menerbitkan dan mensosialisasikan peraturan menteri pariwisata no. PM.30/HK.201/MKP/2010 tentang pedoman pencegahan eksploitasi seksual komersial anak di lingkungan pariwisata.

Sebagai orang muda Esti Damayanti koordinator KOMPAK mengharapkan anak dan orang muda dapat memahami situasi eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) di sekitar mereka dan melaporkan hal tersebut. Anak dan orang muda diharapkan menjadi mata dan pengawas untuk situasi ini. Kompak Jakarta bersama jaringan orang muda ECPAT International juga telah menyusun buku panduan untuk anak dan orang muda memerangi ESKA. Untuk itu KOMPAK juga memperkenalkan program “youth jurnalis dan Kakak Curhat” tambah esti yang juga sebagai perwakilan dari Youth Network on Violance Against Childern Indonesia.