Pembakaran adalah Kejahatan Terorisme

[sc name="adsensepostbottom"]

Perusakan lingkungan hidup seperti pembakaran hutan dan lahan  adalah kejahatan terorisme, yang terencana dan korbannya massal.  Ini adalah teror ekologis yang didiamkan negara.

bakarhutannPakar Hukum Lingkungan Suparto Widjojo sangat prihatin melihat tragedi pembakaran yang melanda wilayah Indonesia, seperti di Riau dan Kalimantan. Menurutnya, tragedi ini menjadi tradisi di negeri ini. Yakni dimana  azab itu terjadi secara berkelanjutan di sebuah negara hukum. ”Lalu dimana makna sebuah negara hukum?Kenapa ini terjadi? Ya karena hastakarma penegakan hukum lingkungan,” kata Suparto kepada MySharing, di Jakarya, belum lama ini.

Karma hukum dalam hukum lingkungan ketatanegaraan, kata dia, kita gagal menghadirkan konstitusi bermakna bagi rakyatnya. Bahwa dalam konstitusi dinyatakan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat itu harus diberikan oleh negara dengan pemerintah sebagai penyelenggaraannya.

Untuk itu, kata dia,  sekarang kalau kita minta pertanggungjawabannya siapa yang utama yang gagal menyediakan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah institusi negara. Tapi  sayangnya, konstitusi tidak berjalan,  berarti pemerintah  inkonstitusional. Dan kalau ini ditindaklanjuti secara konstitusional ada hukumannya. MPR bisa bertindak, presiden bisa menghentikan menterinya, menteri bisa memberi sanksi pada gubernur, gubernur bisa beri sanksi pada bupati/walikota dan itu ada dalam konstitusi dan UU Pemerintah Daerah.

”Semua itu ada rentetannya dalam UU lingkungan, cuma selama tiga darmawarsa ini kita menyaksikan negara hukum sedang berubah wajab menjadi negara pasar kelontong. Seperti tidak bertuan negari ini,” tukasnya.

Lebih lanjut  Suparto mempertanyakan, dalam perspektif kepidanaan kenapa orang abai tentang UU terorisme?Padahal menurutnya, kejahatan lingkungan dan kemanusian kasus asap ini adalah kejahatan terorisme. Ini adalah teror ekologis yang didiamkan negara. Dan takkala institusi tak melakukan itu, maka komplitlah sudah penderitaan kita,” tegasnya.

Suparto pun menceritakan, kenapa kata-kata dalam UU terorisme ini muncul istilah lingkungan hidup. Menurutnya, itu sewaktu tahun 2002 pembahasan ini dihadiri menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim dan Badan Pusat Studi Lingkungan Hidup (BPSL) seluruh Indonesia, berkumpul di Minangkabau. Tak kala itu, kata dia, dalam pembahasan ini minta dimasukkan bahwa salah satu kejahatan penting yang diantisipasi ke depan adalah lingkungan hidup.

Jadi, tegas dia, lingkungan hidup itu kejahatan terorisme. Sederhana kok,  korbannya massal, terencana,obyek vital mengalami gangguan, korban manusia ada. ”Saya bertanya, apakah kurang massal? Korban asap ini 26 juta orang. Tapi saya tidak pernah menyaksikan bahwa kejahatan asap ini sebagai kejahatan terorisme. Mungkin kurang penderitaan negeri ini?,” pungkasnya.