Pembiayaan Pertanian Syariah: “Gagal Panen, Siapa Menanggung Rugi?”

Gagal panen, siapa menanggung rugi? Negeri agraris ini tak dapat melepaskan diri dari masalah klasik pembiayaan pertanian, tingkat risiko yang tinggi. Pun di untuk pembiayaan pertanian syariah.

Perbankan syariah punya sekumpulan akad yang bisa diimplementasikan untuk pembiayaan pertanian, namun belum mendukungnya seperangkat hukum membuat akad pembiayaan pertanian sebagian besar terbatas di akad jual beli (murabahah). Compliance Officer Bank Muamalat, Ahmad Nuryadi, mengatakan dalam penyaluran pembiayaan sebuah bank tergantung pada kesiapan perangkat hukum yang ada. “Misalkan untuk pembiayaan pertanian ada akad seperti muzara’ah (perkongsian pemilik tanah pertanian dan pengelola, pembagian hasil menurut porsi yang disepakati bersama) tapi perangkat hukumnya belum siap karena dari sisi implementasi akad itu juga belum ada yang melakukannya,” kata Ahmad saat Media Training Bank Muamalat, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, lanjutnya, risiko penerapan muzara’ah untuk perbankan syariah pun terlalu tinggi. Pasalnya, petani tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembiayaan yang dikucurkan bank jika terjadi gagal panen. Sumber pengembalian dana dari akad muzara’ah juga harus dari hasil tani yang pengembangannya berasal dari sumber dana yang diperoleh. Berbeda dengan akad murabahah yang sumber dana pengembaliannya bisa berasal dari mana saja. “Kalau dana yang dipakai dari pemerintah itu mungkin, tetapi kalau dari dana pihak ketiga bank yang merupakan amanah dari nasabah itu tidak mungkin. Karena risikonya tinggi, kami tidak siap, jadi kalau mau memang harus ada dana dari pemerintah,” jelas Ahmad.

Kharisma Boga
Petani Kharisma Boga mengemas hasil bumi di CIanjur, Jawa Barat. Kharisma Boga adalah salah satu agen dan distributor hasil tani yang telah menikmati pembiayaan syariah lewat skema mikro. HERU LESMANA SYAFEI–SHARING

Sementara, akad salam juga belum dikembangkan. Ahmad mengungkapkan walau risiko akad sama lebih rendah dari muzara’ah, tetapi tetap masuk dalam kategori yang berisiko tinggi. “Risiko yang timbul adalah kalau pihak yang melakukan kerja sama ini meninggal maka salam batal. Selain itu, untuk pedoman akuntansinya juga belum tersedia,” ujar Ahmad.

Ia menambahkan di Bank Muamalat divisi compliance selalu memberikan masukan dalam penggunaan akad yang menyangkut transaksi di perbankan syariah. Namun, hal tersebut harus dikaitkan pula dengan divisi manajemen risiko perbankan. Saat ini pembiayaan pertanian di Bank Muamalat masih menggunakan akad murabahah, seperti untuk pembelian bibit yang dilakukan oleh kelompok tani.