Turunnya harga minyak dunia yang diikuti dengan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) dinilai sebagai kesempatan Indonesia untuk memperbaiki neraca transaksi pembayaran melalui ekspor dan impor.

“Ini menjadi tidak wajar karena Indonesia adalah negara yang berbasis sumber daya alam. Semestinya sektor tradable itu di atas pertumbuhan (Produk Domestik Bruto) rata-rata. Untuk mendorong adanya sektor tradable, maka pemerintah harus betul-betul memelihara atau menjaga kemampuan produksi dalam negeri khususnya produksi dalam bidang pangan dan komoditas manufaktur,” jelas Syafrudin, Kamis (15/1). Baca: Mau Tahu Target Ekonomi Makro Tahun Ini?
Ia memaparkan jika sektor tradable tidak dikembangkan oleh pemerintah yang terjadi adalah ketimpangan dan hal ini akan menjadi masalah pada perekonomian nasional. Ini terbukti pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan transaksi neraca fiskal negara. “Dengan fokus pada peningkatan sektor tradable, maka pemerintah akan meningkatkan sekaligus memperbaiki keuangan fiskal,” tukasnya.
Syafrudin menuturkan fokus pemerintah dalam meningkatkan sektor tradable bisa menjadi strategi kebijakan pemerintah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). “Pemerintah harus betul-betul memelihara atau menjaga kemampuan produksi dalam negeri khususnya produksi dalam bidang pangan dan komoditas manufaktur,” cetus Syafrudin.
Ia pun sepakat dengan progam pemerintah yang menekankan pada empat sektor yaitu kemaritiman, ketahanan energi, ketahanan pangan dan pariwisata. “Sektor-sektor tersebut merupakan konten dari sektor tradable dan pemerintah telah mengarahkan pada pembangunan industrialis sebagai pilihan kebijakan ekonominya,” ujar Syafrudin. Baca: Mau Masuk ke Pembiayaan Maritim? Ini Syaratnya!
Kajian Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah menyebutkan, perekonomian Indonesia masih mengalami perlambatan Secara year-on-year,pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2014 hanya sebesar 5,01 persen, terendah sejak kuartal IV 2009. Penurunan kinerja ekonomi ini sebagian disebabkan perkembangan ekonomi global yang masih lesu dan rendahnya pembentukan modal tetap bruto. Meskipun demikian, pada kuartal III 2014 surplus neraca pembayaran kembali meningkat yang disumbang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial. Begitu pula pada neraca perdagangan barang yang kembali surplus.

