“Pemerintah Jangan Terus Menerus Melepas Subsidi bagi Masyarakat”

Kecenderungan Pemerintah Indonesia dibawah kepimpinan Joko Widodo yang terus menerus mencabut berbagai subsidi untuk rakyat menengah dan kecil, seperti subsidi BBM, LPG, dan sebentar lagi pada April 2015 subsidi TDL (tarif dasar listrik) juga akan dicabut, yang dilakukan demi mengikuti besaran harga kekinian pasar dunia, sangat disayangkan oleh pakar ekonomi syariah – Prof. Dr. Amiur Nuruddin.

harga bbmMenurut Amiur, seharusnya Pemerintah Indonesia lebih mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat di tanah air yang sudah sangat berat untuk mencukupi kebutuhannya dengan kenaikan berbagai macam kebutuhan pokok akhir-akhir ini, dan bukannya malah menambah pelepasan item subsidi yang sudah ada kepada masyarakat. Karena pelepasan subsidi tersebut tentunya akan semakin memberatkan kehidupan masyarakat luas di tanah air.

Saat ditemui MySharing.Co baru-baru ini di Jakarta, Amiur yang juga adalah seorang guru besar bidang ekonomi syariah pertama di tanah air ini menjelaskan, subsidi dalam ekonomi Islam, memang sebuah keniscayaan, karena subsidi tersebut dibutuhkan oleh masyarakat.

“Dalam ekonomi Islam, subsidi memang pernah dipraktekkan oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar Ibn al-Khatthab. Subsidi yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakr yang disebut al-‘athiyyah diberikan kepada pihak yang memerlukannya dengan besaran sama rata (al-taswiyyah). Sementara pada masa pemerintahan Umar Ibn al-Khattab subsidi diberikan dengan jumlah yang bertingkat (al-tafawut) dan berbeda-beda. Besaran subsidi diberikan atas dasar prestasi dan kontribusi yang pernah diberikan oleh rakyat kepada Negara,” papar Amiur Nuruddin.

Karena itu, lanjut Amiur Nuruddin, dalam kondisi perekonomian Indonesia yang dewaasa ini masih kurang pro rakyat, dan banyak melahirkan dhua’fa (kemiskinan) dan mustadh’afin (pemiskinan), subsidi kepada rakyat memang sangat diperlukan, dan tidak perlu dicabut.

Namun demikian, menurut Amiur, sebagai solusi untuk menjaga kestabilan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat di tanah air, seharusnya Pemerintah Indonesia bisa melakukan beberapa cara yang dicontohkan dalam ranah ekonomi Islam, salahsatu diantaranya dengan penguatan zakat.

“Ekonomi Islam mendorong difungsikannya peranan zakat. Zakat harus dikelola dengan baik oleh Baznas dan Bazda dengan program dan sasaran yang tepat. Zakat harus dipahami sebagai instusi ekonomi untuk menjaga keseimbangan dan keadilan,” demikian saran Amiur Nuruddin.

Lebih lanjut Amiur, kalau zakat belum memadai, maka institusi pajak (al-dharaib) harus dipastikan dapat dimanfaatkan menutupi kebutuhan. Pajak progresif betul-betul harus dilakukan dengan besaran yang harus disesuaikan terhadap kelompok menengah dan atas. Karena ekonomi Islam membenarkan adanya pajak dengan pengelolaan yang benar dan trasparan, disamping zakat dengan ukurannya yang telah ditentukan.

Selain itu, dalam rangka penguatan ekonomi bangsa, maka menurut Amiur, ke depan tidak ada pilihan lagi, kecuali secara bertahap negara perlu melakukan nasionalisasi, dan mengakhiri kontrak-kontrak yang sudah habis masa berlakunya serta tidak memberikan lagi kontrak-kontrak baru kepada pihak asing.

Menurut Amiur,  dengan dikuasai oleh pihak asing, kesalahan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi (Migas), sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi Indonesia adalah “pengabaian terhadap konstitusi” dan “kesalahan dalam pengurusan” (khuruj al-basyar ‘an manhaj Allah ). Hampir semua blok migas kita dewasa ini dikuasai oleh asing dan tidak ada “bendera merah putih” yang terpancang di atasnya. “Sudah waktunya, semua sumber daya dikelola dibawah Pertamina dan BUMN lainnya, agar semua blok Migas dikuasai oleh negara,”. Demikian Prof. Dr. Amiur Nuruddin.