Pengusaha Berkedok Koperasi

[sc name="adsensepostbottom"]

Terlebih yang bergerak di usaha simpan pinjam, ruh koperasinya seolah sudah lepas dari jiwa.

Presiden Direktur Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (KS BMI), Kumarudin Batubara menuturkan, pihaknya berusaha menjalankan koperasi secara ideal dan menjadi jatidirinya koperasi. Pondasi ini tetap diusung mengingat banyaknya pengusaha yang berkedok koperasi, namun hanya sebagai cara mencari menguntungkan.

“Banyak pengelolaan koperasi keluar dari jatidirinya. Terlebih yang bergerak di usaha simpan pinjam, ruh koperasinya seolah sudah lepas dari jiwa,” ujar Kamarudin dalam keterangan persnya yang diterima MySharing, Senin (19/9).

Menurutnya, untuk mendeteksi koperasi model tersebut mudah saja. Yakni usut siapa saja anggotannya?Karena yang mereka klaim sebagai calon anggota adalah penerima pinjaman. Sedangkan yang dimaksud anggota adalah calon deposan atau penyimpan dan ada dalam nilai tertentu. ”Praktek koperasi yang tak ubahnya bank itu sudah sejak lama menggejala, bahkan ada koperasi model ventura, hanya menyalurkan pinjaman tanpa menerima simpanan,” ujarnya.

Koperasi yang berdiri tahun 2002 ini, awalnya adalah Lembaga Pembiayaan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (LPP-UMKM) yang diinisiasi oleh Pemkab Tangerang. Seiring perjalanan waktu, pada 2013 berubah jadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KPP-UMKM Syariah), dan selanjutnya pada 2015 berubah nama jadi Koperasi Syariah Banteng Mikro Indonesia (KS BMI) dengan badan Hukum 213/PAD/M.KUKM.2/XI/2015.

Kegalauan Kumaruddin tehadap penyimpangan praktif koperasi memang beralasan, terlebih di wilayah Kabupaten Tangerang yang belakangan banyak muncul usaha koperasi, namun dalam praktiknya tidak ubahnya seperti bank. ”Saya kesel melihat koperasi yang kelakuannya bukan koperasi. Badang hukumnya koperasi, tapi prakteknya seperti bank. Koperasi jeni ini banyak jumlahnya di Tangerang. Kalau saya diminta menunjukkan tempatnya siap kok,” tegas dia.

Kumaruddin berharap instansi terkait terutama Kemenkop dan UKM serta Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menegakkan aturan yang ada. Karena menurutnya, tripologi koperasi adalah yang benar-benar melayani anggota dan begitu pula sebaliknya, anggota berpartisipasi aktif terhadap koperasi yang didirikannya.

Menurutnya, jika namanya simpan pinjam, harus ada simpanan dan pinjaman yang seimbang. Simpanan inilah yang bisa memperkuat permodalan dan membuat sehat koperasi sehingga mampu menyejahterakan anggota. ”Saya suka geli melihat ada koperasi yang asetnya ratusan miliar rupiah, bahkan triliyunan rupiah, sementara anggotanya sedikit. Terus yang pinjam siapa? Itu pasti bank yang berkedok koperasi,” tukasnya.